SBNpro – JAKARTA
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, Kamis (21/12/2017).
Penahanan ini dilakukan setelah delapan bulan KPK menetapkan Syafruddin sebagai tersangka.
Syafruddin merupakan tersangka kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004.
Pada pukul 15.54 WIB, Syafruddin keluar dari Gedung KPK dengan mengenakan rompi tahanan berwarna oranye setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, Syafruddin akan ditahan di Rutan Jakarta Timur Cabang KPK.
“Tersangka SAT ditahan hari ini untuk 20 hari ke depan dan ditempatkan di Rutan Jaktim Cabang KPK,” kata Priharsa saat dikonfirmasi, Kais sore.
Sementara itu, kepada wartawan, Syafruddin mengatakan akan patuh terhadap proses hukum yang sedang dijalaninya.
“Ya, saya kira saya menjalani dengan sebaik-baiknya, saya akan patuh dengan semua aturan yang ada,” kata Syafruddin.
Kasus SKL BLBI terjadi pada April 2004 saat Syafruddin mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL terhadap Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI, yang memiliki kewajiban kepada BPPN.
SKL itu terkait pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh sejumlah obligator BLBI kepada BPPN.
Dikeluarkannya SKL itu mengacu pada Inpres Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat Presiden RI.
KPK menduga, Syafrudin telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara.
Audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 25 Agustus 2017, terkait kasus ini menyebutkan, kerugian keuangan negara adalah Rp 4,58 triliun.
Nilai kerugian negara ini lebih tinggi daripada yang sebelumnya diperkirakan KPK sebesar Rp 3,7 triliun.
Dalam kasus ini, Syafruddin dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.(kompas)
Discussion about this post