SBNpro – Siantar
Hingga saat ini PT Erapratama Putra Perkasa (EPP) belum mengembalikan dugaan kerugian keuangan negara Rp 2,9 miliar sebagaimana tertuang didalam LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) BPK terhadap Laporan Keuangan Pemko Siantar tahun anggaran 2019 pada proyek pembangunan jembatan VIII Sta 13+441 hingga Sta 13+436. LHP BPK itu diterbitkan tahun 2020 yang lalu.
Demikian dikatakan Inspektur (Kepala Inspektorat) Kota Siantar, Junedi Sitanggang melalui ponselnya, Kamis (28/01/2021). “Belum ada dikembalikan,” ucap Junedi Sitanggang menjawab pertanyaan, sudah ada atau belum ada dugaan kerugian negara dikembalikan atau dicicil oleh PT EPP.
Terhadap hal itu, sebut Junedi, pihaknya telah menyikapinya dengan menindaklanjuti temuan BPK tahun 2020 tersebut. Dalam hal ini, katanya, Inspektorat Kota Siantar telah memanggil pihak PT EPP dan Kepala Dinas PUPR.
Hanya saja hasilnya, belum bisa dipublis Inspektorat Kota Siantar, karena masih dalam proses tindaklanjut. “Belum bisa dibuka,” ujarnya.
Sebelumnya, salah satu anggota Pokmil (Kelompok Kerja Pemilihan) pada Dinas PUPR Kota Siantar tahun 2019 lalu menyebutkan, awalnya tender proyek proyek jembatan VIII Sta 13+441 hingga Sta 13+436 sempat memilih PT Sekawan Jaya Bersama (PT SJB) sebagai pemenang lelang (tender) dengan penawaran PT SJB sebesar Rp 13.549.061.622,55 (Rp 13,549 miliar). Lalu Pokmil berhasil melakukan negosiasi, sehingga ia sepakat untuk mengerjakan proyek, dengan nilai Rp 12,929 miliar.
Hanya saja, PT SJB yang dipilih sebagai pemenang oleh Pokmil, ditolak oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek itu, Opstib Pandiangan, seiring dengan sanggahan (keberatan) dari PT Parsona Jaya Mandiri (PT PJM). Penawaran PT PJM sendiri senilai Rp 14.552.734.275,58 (Rp 14,552 miliar).
Ditambah lagi, pengguna anggaran (PA) pada Dinas PUPR Siantar ketika itu, Jonson Tambunan yang juga Plt Kepala Dinas PUPR Siantar, sependapat dengan PPK. Sehingga proses tender itupun gagal.
Padahal, keberatan dari PT PJM itu, menurut anggota Pokmil tidak tepat. Karena Pokmil sudah bekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Evaluasi sudah dilakukan sebagaimana mestinya sesuai dengan aturan,” ujarnya.
Lantas, sebut anggota Pokmil ini, PA memerintahkan Pokmil untuk membuka pemasukan penawaran ulang. Dengan catatatan, yang berhak mengikuti penawaran ulang adalah PT SJB dan PT PJM.
Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, baik PT SJB maupun PT PJM tidak memasukkan penawaran. Kondisi itu membuat tender kembali gagal. “Karena tidak yang menawar, maka tender gagal untuk yang kedua kali,” ucap anggota Pokmil itu di kantornya, Kamis (22/01/2021).
Selanjutnya, Plt Kadis PUPR Kota Siantar saat itu memerintahkan Pokmil agar menentukan rekanan penyedia jasa (kontraktor) untuk proyek jembatan VIII Sta 13+441 hingga Sta 13+436 melalui metode penghunjukan langsung (PL).
Beranjak dari perintah PA itu, akhirnya PA menghunjuk (menetapkan) PT EPP sebagai rekanan penyedia jasa (kontraktor) untuk mengerjakan proyek pembangunan jembatan VIII Sta 13+441 hingga Sta 13+436 tahun 2019, dengan nilai kontrak Rp 14,427 miliar.
Bahkan, sebut anggota Pokmil ini, kalau Pokmil sempat melakukan negosiasi dengan pihak PT EPP, agar nilai penawarannya diturunkan dari Rp 14,427 miliar. Namun pihak PT EPP tetap bertahan dengan nilai penawarannya sebesar itu.
Sementara itu, sebagaimana diberitakan sebelumnya, sejak awal proyek pembangunan jembatan VIII STA 13+441 hingga 13+436 di Kota Siantar itu dinilai pengamat kebijakan publik Ratama Saragih sudah aneh. Penilaian itu disampaikan Ratama Saragih, Rabu (20/01/2021).
Proyek dengan nilai kontrak Rp 14,4 miliar itu dinilai aneh, karena sebut Ratama, dua kali proses lelang (tender) untuk proyek tersebut gagal menghasilkan pemenang tender untuk ditetapkan sebagai penyedia jasa pengerjaan proyek dimaksud. “Sebenarnya sejak awal proyek ini sudah menunjukkan keanehan,” imbuh Ratama.
Lelang pertama, lanjut Ratama, ada 73 perusahaan yang mendaftar. Namun hanya tiga peserta yang memasukkan dokumen penawaran. Lalu Kelompok Kerja Pemilihan (Pokmil) Dinas PUPR sudah sudah sempat menentukan pemenang lelang.
Namun pemenang yang dipilih Pokmil itu ditolak oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) proyek itu, Opstib Pandiangan. Keberatan terhadap pemenang yang ditentukan Pokmil, karena ada sanggahan dari PT PJM.
Katanya, surat keberatan PPK nomor 01/PPK/PJJ/DAK/VII/2019 itu ditembuskan kepada Tim Pengawal Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kota Siantar, dan disimpulkan lelang pertama gagal.
Kemudian dilanjutkan dengan lelang kedua. Tetapi lelang kedua ini juga gagal. Sebab, tidak ada penyedia yang mengunggah penawaran dimasa periode tanggal 20 Agustis 2019 hingga 22 Agustus 2019.
Selanjutnya, masih menurut Ratama, Pokmil Dinas PUPR Kota Siantar melaksanakan proses pemilihan penyedia jasa (kontraktor) dengan penghunjukan langsung (PL) untuk mengerjakan proyek pembangunan jembatan VIII STA 13+441 hingga 13+436 senilai Rp 14,4 miliar.
Penyedia jasa (kontraktor) yang dihunjuk adalah PT EPP. Hanya saja, penghunjukan PT EPP, sebut Ratama Saragih, patut diduga ada praktik kolusi. “Proses pemilihan penyedia dengan penunjukkan langsung inilah yang patut diduga adanya praktek kolusi,” tudingnya.
Lebih lanjut dikatakan, uji petik yang dilakukan BPK terhadap harga satuan bahan girder Rp 181.500.000 (+PPN), terdapat selisih harga yang besar terhadap harga girger yang dibayar Dinas PUPR Kota Siantar sebesar Rp 392.000.000.
Ratama yang juga Responden BPK, menyebut, proses tersebut melawan ketentuan syarat-syarat umum kontrak (SSUK), dimana angka 1.16 meyebutkan, daftar kuantitas dan harga (rincian harga penawaran) adalah daftar kuantitas yang telah diisi harga satuan dan jumlah biaya keseluruhannya yang merupakaan bagian dari penawaran. Selain itu, tidak sesuai dengan angka 66.2.a.3 SSUK tentang prestasi pekerjaan aksi.
Bagi Ratama, proyek pembangunan jembatan VIII STA13+1441 hingga STA 13+436 sudah masuk dalam kategori TGR (Talangan Ganti Rugi), dengan modus kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp 2,9 miliar (Rp 2.944.381.551).
Hal itu, sebagaimana dijelaskan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sumatera Utara nomor 38.C/LHP/XVIII.MDN/04/2020 tanggal 09 April 2020 pada halaman 36 sampai dengan halaman 41.
Katanya, tim pemeriksa BPK telah melakukan pemeriksaan fisik terhadap hasil kerja PT EPP. Nilai kontrak proyek itu Rp 14.427.244.000 (Rp 14,4 miliar), dengan kontrak kerja nomor 0005/KONTRAK/PL.PJJ/JEMB.APBD/1.03.01.1/IX/2019 tanggal 13 September 2019.
Adapun SPMK proyek tersebut bernomor 0005/SPMK/PL.PJJ/JEMB.APBD/1.03.01.01/IX/2019 tanggal 13 September 2019, dengan masa pelaksaan pekerjaan 109 hari. (*)
Editor: Purba
Discussion about this post