SBNpro – Siantar
Kasus dugaan penistaan agama (memandikan jenazah yang bukan muhrimnya) di Kota Siantar Sumatera Utara akan memasuki babak baru, pasca perkara itu dihentikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Siantar melalui surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2), Rabu (24/02/2021) kemarin.
Sebab, Fauzi Munthe melalui kuasa hukumnya akan melakukan perlawanan hukum terhadap Kejaksaan Negeri (Kejari) Siantar yang menghentikan perkara tersebut dengan menerbitkan (SKP2).
Kuasa hukum Fauzi Munthe, Efi Risa SH MH, Johannes Juntar Lumban Gaol SH, Novy Eva Sianturi SH dan Muslimin Akbar SH akan melakukan perlawanan, dengan menempuh langkah praperadilan (prapid) ke Pengadilan Negeri (PN) Siantar terhadap SKP2 yang diterbitkan Kejari Siantar.
Prapid akan didaftarkan setelah salinan SKP2 dari kejaksaan diterima Fauzi Munthe secara resmi. “Sampai saat ini belum terima SKP2 dari kejaksaan,” ucap Efi Risa SH MH pada konprensi pers yang digelar dikantornya, Kamis (25/02/2021).
Pada konprensi pers itu, Efi Risa menyampaikan rasa tidak pahamnya terhadap hal yang menjadi acuan Kejari Siantar menerbitkan SKP2. Sebab, dalam perkara penodaan agama, perkara yang sudah dinyatakan P21 A tidak dapat dihentikan penuntutannya. Karena berkas sudah dinyatakan lengkap, serta tersangka dan barang bukti sudah diserahkan.
“Mohon tahu apa acuan penerbitan SKP2? Perkara sudah P21 A. Itu ditandai dengan penyerahan tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum. Kok tiba-tiba dihentikan. Bila penuntut umum atau pihak kejaksaan belum meyakini berkas itu sempurna, sebaiknya mengembalikan berkas itu ke kepolisian. P19,” tandas Efi Risa.
Sedangkan terkait alasan SKP2 karena unsur kesengajaan, unsur penghinaan diruang publik dan unsur permusuhan pembuktiannya tidak terpenuhi, Johannes Juntar Lumban Gaol SH mengatakan, untuk memastikan unsur-unsur itu terpenuhi atau tidak, hal itu seharusnya diperiksa di pengadilan.
“Seharusnya itu diperiksa di pengadilan. Pertanyaan yang seperti itu harus dibuktikan pengadilan,” ucap Johannes Juntar Lumban Gaol, sembari menambahkan, perkara itu layak dilimpahkan ke pengadilan karena sudah dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Apalagi, lanjut kuasa hukum Fauzi Munthe lainnya, Novy Eva Sianturi SH, bila setelah diperiksa di pengadilan, kemudian jaksa menilai unsur kesengajaan untuk menista, unsur penghinaan diruang publik dan unsur permusuhan tidak terbukti, jaksa penuntut umum bisa menuntut terdakwa untuk dibebaskan di persidangan (pengadilan).
“Apalagi jaksa boleh kok menuntut terdakwanya bebas,” tandas Novy Eva Sianturi, sembari mengkritisi keberadaan RSU Dr Djasamen Saragih yang tidak memiliki bilal mayit wanita selama 15 tahun. “Jadi selama 15 tahun ini bagaimana?” tanyanya dengan nada kesal.
Lebih lanjut dijelaskan Efi Risa, ia bersama rekannya dan Fauzi Munthe pada 22 Pebruari 2021 diundang untuk ajakan restorasi justice. Saat itu, sebutnya, para tersangka mengakui kesalahannya.
Kemudian, dimasa penyidikan, hingga selanjutnya berkas dinyatakan lengkap, penyidik Polres Siantar telah memeriksa saksi ahli. Seperti ahl hukum pidana, ahli hukum agama dan dari MUI Sumatera Utara.
Adapun ahli yang dimintai pendapat keahliannya (diperiksa) oleh penyidik, diantaranya, ahli hukum pidana dari Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Dr Alfi Syahri SH MH, ahli hukum agama dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Prof Dr Asmuni MA dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara Drs H Maratua Simanjuntak.
Dengan demikian, bagi Efi Risa, tidak ada lagi bukti yang kurang untuk dilanjutkan perkara tersebut ke pengadilan. “Bukti mana lagi yang kurang,” ujarnya. (*)
Editor: Purba
Discussion about this post