SBNpro – Siantar
Tiga Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang ada di Kota Siantar dan Simalungun gelar publik hearing pembentukan Peraturan Daerah (Perda) tentang bantuan hukum untuk masyarakat (warga) miskin di Cafe Sihu Jalan Adam Malik, Kota Siantar, Sabtu (27/02/2021).
Hadir sebagai penyuara, anggota DPR-RI dari Komisi III Dr Hinca Panjaitan SH, Ketua Badan Pembentukan Perda (Bapem Perda) DPRD Kota Siantar Astronout Nainggolan, Kasubbid Fasilitasi Produk Hukum Daerah Kanwil Kemenkumham Sumut Eka NAM Sihombing, perwakilan Polres Siantar, Kasat Reskrim Polres Simalungun, akademisi USI Dr Muldri Pasaribu SH, Tim Ahli DPRD Simalungun dan lainnya.
Hanya saja, perwakilan dari Pemkab Simalungun dan Pemko Siantar sama sekali tidak ada yang hadir pada publik hearing tersebut. Hal itu cukup disesalkan salah satu penyelenggara publik hearing, Willy Sidauruk SH MSi dari LBH Poros.
“Padahal pendapat dan komitmen Pemkab Simalungun dan Pemko Siantar untuk mendukung lahirnya Perda bantuan hukum untuk warga miskin sangat diharapkan,” ujar Willy Sidauruk.
Seluruh penyuara yang hadir, secara tegas menyatakan mendukung lahirnya Perda bantuan hukum untuk warga miskin di Kota Siantar maupun di Kabupaten Simalungun. Sebab Perda itu merupakan amanah UU Nomor 16 Tahun 2011. Sehingga wajib dimiliki setiap daerah.
Malah kehadiran Perda itu di Siantar dan Simalungun sifatnya sudah mendesak. Sebagaimana disampaikan sejumlah penyuara dan moderator Ferry Simarmata SH pada moment publik hearing tersebut.
Ferry Simarmata menyampaikan, keinginan konsorsium tiga LBH di Siantar dan Simalungun (LBH Poros, LBH Perjuangan Keadilan dan LBH Pematangsiantar) untuk lahirnya Perda bantuan hukum untuk warga miskin, tidak terlepas dari perhatian ketiga LBH itu menyaksikan kesulitan warga miskin untuk mendapatkan bantuan hukum. Terutama dalam hal pembiayaan.
Dicontohkan Ferry, seperti kasus cabul di Siantar, kasus pelecehan seksual di salah satu rumah sakit di Kota Siantar dan seorang perempuan tua berusia 81 tahun yang dituduh melakukan pencurian dilahannya sendiri, yang sangat membutuhkan bantuan hukum.
Pada kesempatan itu, Dr Hinca Panjaitan SH mengatakan, setiap daerah wajib memiliki Perda bantuan hukum untuk warga miskin. Dan keberadaan Perda sudah mendesak untuk segera dibentuk oleh pemerintah daerah (Pemda) dan DPRD, agar warga miskin dapat merasakan keadilan.
“Seluruh kabupaten kota wajib hukumnya punya Perda ini. Wajib hukumnya bagi Walikota dan Bupati memasukkan anggarannya (agar orang miskin tidak kesulitan mendapat bantuan hukum),” tandas Hinca.
Oleh karena itu, para pejuang keadilan dari LBH Poros, LBH Perjuangan Keadilan dan LBH Pematangsiantar diingatkan Hinca Panjaitan, agar tidak pernah merasa menjadi peminta-minta terhadap pembiayaan anggaran bantuan hukum terhadap warga miskin. Sebab pembiayaan anggaran untuk itu merupakan kewajiban negara. Kali ini, menjadi kewajiban Pemda.
Untuk itu, lanjutnya, bila tahun ini DPRD Simalungun dan DPRD Siantar belum memasukkan rencana pembentukan Perda bantuan hukum untuk warga miskin ke dalam program pembentukan Perda (Propem Perda), Hinca meminta tahun depan harus dimasukkan ke Propem Perda.
Sebagai wujud keseriusannya, Hinca yang merupakan politisi Partai Demokrat menyatakan, kader Partai Demokrat yang duduk sebagai wakil rakyat di Siantar dan Simalungun harus mendukungnya. “Saya pastikan Fraksi Demokrat di DPRD Siantar dan DPRD Simalungun mendukung Perda ini,” ujarnya.
Sementara itu, dukungan juga disampaikan Kasubbid Fasilitasi Produk Hukum Daerah pada Kanwil Kemenkumham Sumut, Eka NAM Sihombing. Alasannya sama, karena Perda itu harus ada disetiap daerah, sebagaimana amanat undang-undang.
“Ini bukan layak atau tidak lagi. Tapi ini suatu kewajiban (Perda itu harus ada). Pada ketentuan Undang-undang Nomor 16 tahun 2011 kenapa demikian? Karena yang ada di APBN tidak akan mampu melayani seluruh masyarakat miskin. Pasal 19 memberikan delegasi ke daerah untuk membentuk Perda bantuan hukum. Jadi harus dialokasikan anggarannya di APBD,” ungkap Eka NAM Sihombing.
Eka merasa bingung, ketika daerah cukup sulit untuk merealisasikan amanah undang-undang. Di Sumatera Utara, baru ada dua daerah yang memiliki Perda bantuan hukum untuk warga miskin. Yakni, Kota Tanjung Balai dan Kabupaten Asahan.
Untuk Siantar dan Simalungun, Eka berharap, agar Perdanya dibentuk terlebih dahulu. Sedangkan mengenai pembiayaan anggaran bantuan, dapat disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.
“Jadi tetapkan saja dulu Perda bantuan hukumnya. Soal anggarannya, seadanya saja dulu. Misal, awalnya (Rp) 100 juta. Tahun berikutnya bisa saja (Rp) 1 miliar. Jadi anggaran bisa ditingkatkan ditahun kedepannya,” ucapnya.
Dukungan untuk pembentukan Perda di Siantar dan Simalungun semakin terasa, seiring dengan kesiapan Universitas Simalungun (USI) untuk membantu penyiapan naskah akademi pembentukan Perda bantuan hukum untuk warga miskin tersebut. Lagi-lagi karena, kehadiran Perda itu sangat urgen. Demikian dikatakan salah satu akademisi USI, Dr Muldri Pasaribu SH publik hearing tadi di Cafe Sihu.
Katanya, USI cukup siap untuk itu. Karena hal itu merupakan bagian dari fungsi tridharma universitas. Dengan demikian nantinya, akademisi USI akan memperhatikan tiga landasan penting dalam pembentukan Perda.
Seperti landasan filosofis, sosiologis dan yuridis. Landasan filosofis ini perlu, sebagai wujud perlindungan hukum dari negara. Landasan yuridis diperhatikan, supaya tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada diatasnya.
Sedangkan landasan sosiologis, karena masyarakat Kota Siantar dan Simalungun membutuhkan Perda batuan hukum tersebut. Sementara dari aspek politis, sebutnya, juga perlu diperhatikan, agar tidak bertentangan dengan program daerah yang ada.
Pada publik hearing itu, dipenghujung acara, para penyuara menandatangani nota kesepakatan untuk mendukung pembentukan Perda bantuan hukum untuk warga miskin di Kota Siantar dan di Kabupaten Simalungun. (*)
Editor: Purba
Discussion about this post