SBNpro – Siantar
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan batalkan dua (2) sertifikat hak milik terhadap lahan yang terletak di depan Taman Hewan, Jalan Gunung Simanuk-manuk, Kelurahan Teladan, Kecamatan Siantar Barat, Kota Siantar Sumatera Utara.
Pembatalan sertifikat itu berdasarkan putusan Nomor 34/G/2021/PTUN.MDN, dan dibacakan pada sidang yang digelar secara virtual, Senin (20/09/2021).
Demikian disampaikan Tim Kuasa Hukum Lilis Suryani Daulay, Rudi Malau SH dan Netty Simbolon SH MH di Cafe Titanium, Jalan DI Panjaitan, Kecamatan Siantar Selatan, Kota Siantar, Selasa (21/09/2021).
Majelis Hakim PTUN Medan, pada putusannya mengabulkan seluruh gugatan Lilis Suryani Daulay selaku penggugat, melawan tergugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Siantar dan tergugat II Intervensi Ng Sok Ai.
Sidang sengketa tata usaha negara (TUN) tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim Firdaus Muslim SH MH, bersama hakim anggota Elwis Pardamean Sitio SH MH dan Yusuf Ngonggo SH MH, dengan Panitera Pengganti Satryana Berutu SH MH dan Juru Sita Pengganti Srimayang Madham.
Dalam putusannya, majelis hakim menolak eksepsi tergugat maupun tergugat intervensi untuk seluruhnya. Kemudian, majelis hakim mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.
Selanjutnya, majelis hakim PTUN Medan membatalkan dua surat keputusan yang diterbitkan BPN Kota Siantar.
Adapun dua surat keputusan BPN yang dibatalkan adalah sertifikat hak milik nomor 49 Kampung Teladan tanggal 15 Juni 1976, surat ukur nomor PLL/1975 dengan luas lahan 1.500 meter bujursangkar.
Surat keputusan BPN Kota Siantar yang kedua yang dibatalkan PTUN Medan adalah sertifikat hak milik nomor 7 Desa Teladan tanggal 14 Maret 1988, surat ukur sementara nomor 59/1988 tanggal 9 Maret 1988, dengan lahan seluas 1.400 meter bujursangkar.
Selain membatalkan kedua sertifikat hak milik tersebut, majelis hakim juga mewajibkan BPN Kota Siantar untuk mencabut keberadaan dua sertifikat hak milik tersebut.
“Pengadilan TUN membatalkan sertifikat yang diterbitkan BPN Siantar. Serta BPN diwajibkan untuk mencabut keputusan mereka tentang sertifikat hak milik tersebut,” ujar Rudi Malau SH.
Dijelaskan Rudi Malau SH, lahan di depan Taman Hewan, Jalan Gunung Simanuk-manuk, sudah dikuasai Soedjono (kakek dari Lilis Suryani) sejak tahun 1947. Salah satu anak dari Soedjono dan istrinya Siti Kaminah adalah seorang wanita bernama Sulastri.
Dimana Lilis Suryani Daulay merupakan anak perempuan dari pasangan suami istri, Mansur Daulay dan Sulastri. Ada 12 keturunan dari Soedjono (termasuk Lilis Suryani Daulay) yang telah menguasai lahan di depan Taman Hewan, sejak dari kakek mereka. 12 keturunan itu memberikan kuasa kepada Lilis Suryani Daulay.
Dikisahkan Rudi Malau, Soedjono dan Siti Kaminah tinggal di depan Taman Hewan, Jalan Gunung Simanuk-manuk, Kelurahan Teladan, Kecamatan Siantar Barat, Kota Siantar. Pada masa itu, disana terdapat hamparan tanah kosong, selain rumah yang dibangun Belanda.
Semasa hidupnya, sebelum meninggal tahun 1968, Soedjono berprofesi sebagai seorang polisi, sejak zaman penjajahan Belanda. Soedjono, sebut Rudi Malau, merupakan orang pertama yang membuka Taman Hewan.
Menurut Kuasa Hukum Lilis Suryani Daulay ini, tangga-tangga yang ada di Taman Hewan, merupakan bukti dari hasil kerajinan tangan Soedjono. Ia juga dipercaya sebagai Mandor Besar Taman Hewan, Pasar Horas dan Rumah Potong Hewan.
Cuci Bendera Merah Putih, Soedjono Dihukum Dimasukkan ke Kandang Harimau
Perjalanan Soedjono yang cukup mencintai Indonesia, ungkap Rudi Malau, membuat Soedjono sempat dihukum penjajah Belanda, dengan memasukkan Soedjono ke kandang Harimau. Ia dihukum Belanda, karena kedapatan mencuci bendera Merah Putih.
Namun keunikan terjadi. Soedjono sama sekali tidak dimangsa oleh Harimau. Melainkan, ia mampu menjinakkan semua Harimau yang ada di dalam kandang.
Terhadap kemampuannya menjinakkan Harimau, Soedjono pun dipercaya tinggal di rumah yang terletak di depan Taman Hewan, Jalan Gunung Simanuk-manuk, yang mana lahan tersebut kemudian menjadi objek sengketa. “Dan saat ini, PTUN telah membatalkan sertifikat yang diterbitkan BPN,” ungkap Rudi Malau.
Dipaparkan Rudi Malau, pasca Soedjono meninggal, lahan tersebut dikuasai keturunan Sodjono secara turun temurun. Hingga saat ini, lahan itu pernah menjadi tempat beberapa usaha oleh keturunan Soedjono.
Hanya saja kemudian, lanjut Rudi, pada bulan Maret 2021 yang lalu, pihak penggugat baru mengetahui dilahan itu telah terbit sertifikat hak milik atas nama Ng Sok Ai. Munculnya sertifikat hak milik tersebut, dijadikan dasar oleh keturunan Soedjono untuk menggugat ke PTUN Medan.
Katanya, ada 12 keturunan Soedjono saat ini. Termasuk Lilis Suryani Daulay. Dimana, dari 12 keturunan tersebut, memberikan kuasa kepada Lilis Suryani Daulay untuk menempuh jalur hukum.
Selanjutnya, untuk menggugat ke pengadilan, Lilis Suryani mempercayakan kepada Netty Simbolon SH MH, Rudi Malau SH dan Jamaden Purba SH.
Dijelaskan juga oleh Rudi Malau, pihaknya menduga, ada mafia sertifikat. Dugaan itu dilatari, batas-batas tanah di sertifikat tidak sesuai dengan fakta letak tanah di lapangan. Hal itu semakin jelas, sebutnya, tergugat intervensi salah dalam menunjukkan batas tanahnya.
Dugaan lainnya, adanya dua sertifikat dalam saru objek tanah. Pembubuhan tanda tangan pada 2 sertifikat yang diterbitkan oleh pejabat terkait. Sertifikat muncul tidak pernah diketahui Lilis Suryani dan keluarganya, padahal selama ini, lahan dikuasai oleh keturunan Soedjono.
Kemudian, saksi-saksi menyatakan, lahan tersebut dikuasai Soedjjono semasa hidupnya. Serta bukti surat tahun 1968 yang ditandatangani Soedjono, kalau lahan dikuasai sejak tahun 1947 dan bukti surat lainnya yang dibubuhi dengan materai Rp 25 dan Rp 35.
“Sebagai kuasa hukum dan untuk kepentingan klien kami, mengharapkan bagi siapapun yang terkait lahan objek sengketa ataupun tidak, untuk tidak menyatakan prihal yang dapat mendiskreditkan klien kami secara pribadi,” sebutnya. (*)
Editor: Purba
Discussion about this post