SBNpro – Siantar
Sesuai hasil audit (Laporan Hasil Pemeriksaan/LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2020 terhadap proyek Pembangunan Jembatan VIII Sta 13+441 hingga Sta 13+346, ditemukan kekurangan volume pekerjaan. Sehingga terindikasi merugikan negara Rp 2,9 miliar.
Temuan BPK berupa indikasi kerugian keuangan negara tersebut, sampai saat ini belum dibayar lunas oleh kontraktor dari PT Erapratama Putra Perkasa (PT EPP) ke kas daerah Pemko Siantar.
Terkait hal itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Pembangunan Jembatan VIII Sta 13+441 hingga Sta 13+436, Opstip Pandiangan mengaku telah meminta PT EPP untuk membayar indikasi kerugian negara ke kas daerah.
“Saya selaku PPK sudah lakukan penagihan. Menagih secara langsung dan surati secara resmi,” ucap Opstip Pandiangan di Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Siantar, Jumat (19/11/2021).
Katanya, pihak kontraktor telah meminta perincian kerugian dari temuan BPK. Oleh BPK tetap dinyatakan, indikasi kerugian negara dari kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp 2,9 miliar. “(Berarti yang harus dibayarkan), kalau dari LHP BPK tetap Rp 2,9 miliar,” ujar Opstip.
Dikatakan Opstip, temuan BPK tersebut, sebenarnya hanya berupa permasalahan perbandingan harga. Katanya, harga yang ditawarkan kontraktor, menurut auditor BPK berbeda dengan harga pembelian. Dalam hal ini, terkait upah pasang bahan pada proyek tersebut.
Lebih lanjut dikatakan Opstip, pada proyek itu, tidak ada pekerjaan yang tidak dikerjakan. Namun kemudian opstip meralat ucapannya, dengan mengatakan, ada sedikit pekerjaan yang kurang.
Hanya saja kemudian, Opstip juga mengatakan, bukan kekurangan itu yang menjadi kekurangan volume pekerjaan, sebagaimana yang dimaksud BPK.
“Tidak ada pekerjaan yang tidak dikerjakan. Memang sih, ada sedikit yang kurang dikerjakan. Tapi itu kesilapan. Tapi bukan itu yang kurang,” tuturnya.
Kejaksaan Negeri di Siantar Jadi Lembaga Audit
Lebih lanjut Opstip Pandiangan mengatakan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Siantar telah melakukan audit terhadap proyek Pembangunan Jembatan VIII Sta 13+441 hingga Sta 13+436. Dari hasil auditmya, Kejari Siantar juga menerbitkan laporan hasil pemeriksaan (LHP), sebagaimana yang lazim dilakukan BPK.
Saat melakukan audit, sebut Opstip, Kejari Siantar melibatkan tenaga ahli dari Politeknik Negeri Medan (Polmed). Dari audit (pemeriksaan) yang dilakukan, Kejari Siantar menemukan kekurangan volume pekerjaan.
Hanya saja, LHP dari Kejari Siantar ini menyatakan kerugian negara dari pekerjaan proyek Pembangunan Jembatan VIII Sta 13+441 hingga Sta 13+436 hanya Rp 304 juta.
Indikasi kerugian negara versi Kejari Siantar itu terkesan “memangkas” Rp 2,59 miliar, bila dibandingkan dengan indikasi kerugian negara yang diterbitkan BPK sebesar Rp 2,9 miliar.
Disinggung tentang indikasi kerugian mana yang dimintakan kepada kontraktor, PPK di Dinas PUPR ini mengatakan, pihaknya menagih untuk kedua hasil audit tersebut. Baik LHP dari BPK, maupun LHP dari Kejari Siantar.
Meski BPK maupun jaksa menemukan kekurangan volume pekerjaan, namun Dinas PUPR Kota Siantar ini tidak ada mengenakan sanksi terhadap PT EPP. “Tidak ada sanksi,” sebutnya, sembari mengatakan, bukan kewenangannya untuk memberikan sanksi.
Kepala Seksi (Kasi) Intel Kejari Siantar Rendra Yoki Pardede SH mengaku akan memeriksa informasi (konfirmasi) yang disampaikan SBNpro.com kepadanya. Rendra mengaku sedang berada di Kota Medan.
Editor: Purba
Discussion about this post