SBNpro – Siantar
Perpolitikan di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, “memanas”. 17 anggota DPRD meminta DPRD Simalungun agar menggunakan hak interpelasi terhadap Bupati Simalungun Radiapoh Hasiholan Sinaga. Usulan pun telah disampaikan 17 anggota dewan tersebut.
Hak interpelasi DPRD diminta untuk digunakan, diusulkan 17 anggota dewan yang berasal dari 4 fraksi di DPRD Simalungun. Itu dilakukan, terkait kebijakan Bupati Simalungun.
Terkait hal itu, sejumlah anggota DPRD Simalungun pengusul interpelasi menggelar konprensi pers di Cafe Sobat, Jalan Haji Adam Malik, Kelurahan Timbang Galung, Kecamatan Siantar Barat, Kota Siantar, Sumatera Utara, Kamis (20/01/2022).
Salah satu pengusul, Bona Uli Rajagukguk yang juga Ketua Fraksi Gerindra DPRD Simalungun mengatakan, hak interpelasi merupakan salah satu hak DPRD yang diatur ada Pasal 159 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Hak itu digunakan untuk meminta keterangan dari kepala daerah. “DPRD berhak mengajukan hak interpelasi, yaitu meminta keterangan kepada kepala daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara,” ujar Bona Uli.
Katanya, interpelasi untuk mempertanyakan kebijakan Bupati Simalungun terkait pengangkatan 3 Tenaga Ahli Bupati Simalungun. Dimana, anggaran untuk tenaga ahli tidak ada dianggarkan di APBD Simalungun Tahun 2022.
“Harusnya staf ahli yang diangkat adalah dari Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kemudian ada kabar mereka digaji Rp 20 juta/bulan. Padahal tidak diatur anggarannya. Metode pengangkatannya pun tidak jelas,” ucap Bona Uli.
Pada konprensi pers itu, Bona Uli juga menuding 3 tenaga ahli tersebut sering mendatangi kecamatan, ikut rapat dengan DPRD serta menggelar rapat dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Sering kita jumpai tenaga ahli ini main ke Kecamatan, ikut rapat dengan DPRD sampai menggelar rapat dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau dinas,” kata Bona Uli.
Bona menyebut, hubungan pemerintahan Bupati Simalungun Radiapoh Hasiholan Sinaga dengan DPRD Simalungun tidak berjalan dengan baik. Ia menuding Bupati membuat kebijakan dengan sesuka hati, dan jauh dari regulasi.
“Ini murni gerakan kawan-kawan (17 anggota dewan) supaya Simalungun lebih baik. Walaupun kita 17 orang mudah-mudahan datang dukungan dari kawan-kawan yang lain. Bukan ada kepentingan pribadi,” tutur Bona.
Hal lain yang akan dipertanyakan melalui interpelasi, sebut anggota DPRD Simalungun lainnya, H Mariono dari PDI Perjuangan, berupa proses seleksi dan pengangkatan Sekretaris Daerah (Sekda) Simalungun Esron Sinaga.
“Menurut aturan perundang-undangan yang berlaku, jika seleksi hanya menyatakan 1 orang yang lulus, maka seleksi itu dinyatakan gugur dan dibuka pendaftaran ulang. Tetapi bupati tetap melakukan pelantikan,” papar Mariono.
Kemudian, soal pemberhentian 18 Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, yang diduga melanggar aturan, serta pelantikan 22 Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama dan 58 Pejabat Fungsional yang disebut tanpa rekomendasi KASN, juga menjadi bahan untuk interpelasi.
Sementara itu, sesuai daftar pengusul interpelasi yang beredar melalui pesan Whatsapp (WA), 17 anggota dewan pengusul berasal dari Fraksi Gerindra, Fraksi Nasdem, Fraksi Demokrat dan Fraksi PDI Perjuangan.
Kepala Daerah Bisa Diwakilkan Saat Interpelasi
Ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) dan PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tatib DPRD menyebutkan, untuk menggunakan hak interpelasi, DPRD kabupaten/kota yang jumlah anggotanya lebih dari 35 orang, usulan untuk menggunakan hak interpelasi sedikitnya diusulkan oleh 7 anggota DPRD yang berasal dari fraksi berbeda.
Kemudian, usulan disampaikan para anggota dewan kepada pimpinan dewan. Lalu pimpinan dewan menggelar rapat paripurna terkait usulan. Pada rapat paripurna, para pengusul menjelaskan usulan atas hak interpelasi.
Lalu anggota dewan menyampaikan pandangan terhadap usulan hak interpelasi melalui fraksi. Selanjutnya pengusul menanggapi pemandangan anggota dewan.
Setelah itu dilalui, DPRD kemudian memutuskan untuk menggunakan hak interpelasi atau tidak menggunakan hak interpelasi.
Sementara, untuk memenuhi korum rapat paripurna, sedikitnya rapat paripurna harus dihadiri lebih dari setengah anggota DPRD. Kemudian keputusan diambil, bila disetujui lebih dari setengah anggota dewan yang hadir.
Bila DPRD memutuskan menggunakan hak interpelasi, pimpinan kembali menggelar rapat paripurna tentang interpelasi untuk meminta keterangan dari kepala daerah.
Pada PP Nomor 12 Tahun 2018, bila kepala daerah berhalangan untuk menghadiri rapat paripurna, kepala daerah menugaskan pejabat terkait untuk mewakili.
Sedangkan pada rapat paripurna interpelasi itu, kepala daerah hadir untuk memberikan penjelasan, dan anggota dewan mengajukan pertanyaan.
Kemudian pandangan dewan terhadap penjelasan kepala daerah ditetapkan dalam rapat paripurna, lalu disampaikan kepada kepala daerah. Pandangan DPRD itu selanjutnya menjadi bahan bagi DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan, serta menjadi bahan bagi kepala daerah dalam menetapkan kebijakan. (*)
Editor: Purba
Discussion about this post