Oleh M Gunawan Purba
Tak jarang Bupati Simalungun Radiapoh Hasiholan Sinaga (RHS) mengumbar, kalau kondisi keuangan Pemkab Simalungun sedang “berdarah-darah”, yang maksudnya, keuangan daerah sedang bermasalah, atau kurang memiliki kemampuan.
Pernyataan keuangan daerah tidak mampu “meng-handle” kebutuhan Simalungun, salah satunya diaplikasikan RHS dengan meminta penundaan pelaksanaan pemilihan kepala desa (pangulu/kepala nagori) ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri), beberapa waktu lalu.
Tidak tanggung-tanggung, ada ratusan nagori (desa) yang diminta untuk ditunda pemilihan pangulunya. Padahal, pemilihan kepala desa merupakan suatu hal yang penting, bila ditinjau dari sisi demokrasi dan kebutuhan akan pelayanan maksimal terhadap masyarakat desa.
Sejatinya, pangulu merupakan hasil dari pesta rakyat. Dimana rakyat berdaulat untuk menentukan pemimpin desanya. Sama seperti hak rakyat untuk menentukan siapa Bupati, Walikota, Gubernur dan Presiden pilihannya.
Sehingga, bila pangulu merupakan hasil dari hunjukan bupati (pelaksana tugas/Plt), dampak dari penundaan yang tidak penting, maka patut diduga ada pengangkangan demokrasi disana. Karena rakyat berhak untuk menentukan pemimpinnya sendiri. Bukan pemimpin yang dipilih penguasa.
Mengingat pentingnya pangulu dalam memimpin pemerintahan desa, juga demi berlangsungnya proses demokrasi sebagaimana mestinya, sudah sepantasnya Bupati Simalungun membatalkan niatnya menunda pemilihan pangulu. Pasalnya, alasan kemampuan keuangan daerah kurang tepat, bila memperhatikan kebijakan anggaran yang ditetapkan Pemkab Simalungun. Sebab ada kesan pemborosan anggaran pada program kegiatan anggaran Pemkab Simalungun.
Salah satu kebijakan anggaran yang kurang tepat pada kondisi keuangan daerah disebut tidak mampu adalah, program anggaran kegiatan rehab Kantor Bupati Simalungun hingga menelan dana sebesar Rp 4,2 miliar, disaat kondisi kantor tersebut masih layak, bahkan masih terkesan megah.
Namun praktiknya, anggaran untuk rehab kantor itu ada ditampung di APBD Simalungun tahun 2022 sebesar Rp 4,2 miliar. Dengan demikian, pernyataan kemampuan keuangan daerah tidak mampu, menjadi kurang rasional.
Untuk itu, pemilihan pangulu sebagaimana mestinya (sesuai periode) di Simalungun, merupakan hal yang lebih prioritas (lebih penting), bila dibandingkan dengan rehab Kantor Bupati Simalungun.
Dan sangat penting pula, Pemkab menuntaskan perbaikan jalan rusak di Kabupaten Simalungun yang jumlahnya cukup banyak. Termasuk jalan kecamatan maupun jalan desa yang membutuhkan banyak sentuhan pembangunan.
Bukan hanya pemilihan pangulu dan jalan rusak, hal lebih penting lainnya, Pemkab Simalungun selayaknya memperbanyak jumlah armada mobil pemadam kebakaran (damkar) dan melakukan perbaikan mobil damkar. Serta menambah jumlah personil damkar yang profesional.
Sejauh ini, sangat sering mobil dan petugas damkar dari Pemko Siantar yang melakukan tugas pemadaman api, ketika kebakaran terjadi di wilayah Kabupaten Simalungun.
Dengan demikian, Bupati Simalungun Radiapoh Hasiholan Sinaga sudah patut mengalihkan anggaran rehab kantornya Rp 4,2 miliar ke program kegiatan anggaran yang dampaknya dapat dirasakan masyarakat secara langsung. Seperti, anggaran untuk perbaikan jalan rusak, pengadaan mobil damkar dan bisa juga untuk membiayai pemilihan pangulu.
Sepanjang bupati berkeinginan untuk mengalihkan anggaran tersebut, tentunya hal itu bisa dilakukan bupati dengan meminta persetujuan dari DPRD Simalungun.
Serta, bupati juga perlu mengingat janji kampanyenya tentang niatnya untuk mensejahterakan rakyat. Sementara saat ini, salah satu hal yang menghambat kesejahteraan rakyat adalah banyaknya jalan rusak di Simalungun.
Ditambah lagi, ada kesan pemborosan anggaran, bila rehab kantor dilaksanakan ketika masih banyak yang lebih prioritas untuk dikerjakan. Perlu juga, bupati memperhatikan program anggaran lain yang dianggap tidak prioritas, kemudian mengalihkannya pula ke program lain. Ayo Pak Bupati RHS, kamu bisa! (*)
Discussion about this post