SBNpro – Siantar
Masalah sosial antar tetangga di Jalan Danau Toba, Kelurahan Siopat Suhu, Kecamatan Siantar Timur, Kota Siantar libatkan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemko Siantar.
Sat Pol PP, Dinas Lingkungan Hidup (LH), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Camat Siantar Timur dan Lurah Siopat Suhu, ikut dilibatkan dalam permasalahan antara El Imanson Sumbayak dengan Jefri Parlindungan Munte.
Permasalahan muncul, sejak Jefri membuka usaha bengkel mobil di halaman depan rumah yang ia kontrak. Usaha bengkel beroperasi sejak Oktober 2021 yang lalu. Dan ia sudah tinggal disana sejak tahun 2016 yang lalu.
Sejak bengkel beroperasi, El Imanson Sumbayak beserta keluarga merasa terusik kenyamannya. Di temui di Megaland, Jumat (13/05/2022), El Imanson mengatakan, asap mobil, deru suara mesin mobil yang digas berulang dan oli bekas, menjadi hal yang mengganggu dirinya dan keluarga.
Katanya, asap mobil terkadang masuk ke rumahnya. Sehingga mengganggu kenyamanan, dan menjadi ancaman kesehatan. Apalagi usia dirimya sudah 66 tahun, sehingga membutuhkan ketenangan dalam beristirahat.
Sedangkan deru mesin mobil yang digas secara berulang, tutur El Imanson beserta istrinya, menciptakan kebisingan. Sementara oli bekas menurutnya berupa limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya).
“Pernah saat hujan pada malam hari, gas kencang kencang. Asap masuk ke rumah. Sangat mengganggu,” ucap El Imanson Sumbayak.
Karena merasa tidak nyaman, El Imanson pun melaporkan hal itu kepada Lurah Siopat Suhu, hingga kemudian, permasalahan sampai ditangani Camat Siantar Timur, Sat Pol PP, Dinas LH dan Dinas PUPR.
Rapat yang difasilitasi pemerintah pun telah berulang kali digelar. Sejumlah peraturan perundang-undangan dipakai sebagai landasan untuk menghentikan operasional bengkel mobil milik Jefri oleh pemerintah.
Seperti UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan pemukiman, Perda Kota Siantar Nomor 9 Tahun 1992, Permen Lingkungan Hidup tentang penyimpanan limbah B3 dan lainnya.
Berdasarkan sejumlah peraturan perundang-undangan itu, terutama Perda Kota Siantar Nomor 9 Tahun 1992, Sat Pol PP Kota Siantar telah melayangkan sejumlah teguran terhadap Jefri, disertai dengan ancaman penertiban bengkel secara paksa.
Sedangkan pegawai Dinas PUPR menyebut kepada Jefri, lokasi usaha bengkel berada di daerah aliran sungai. Sedangkan Dinas LH meminta Jefri agar memiliki SPPL (Sertifikat Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan).
Pun begitu, hingga saat ini bengkel masih tetap beroperasi. Karena Jefri tidak ingin usahanya tutup. Sebab, usaha bengkel itu merupakan sumber mata pencarian untuk memenuhi kebutuhan hidup anak-anaknya.
Jefri tidak membantah tentang Sat Pol PP telah berulang kali melayangkan teguran terhadap usaha bengkelnya. Terhadap teguran itu, Jefri merasa ada ketidakadilan.
Ia berharap, jika ingin menegakkan aturan, agar Sat Pol PP atau Pemko Siantar melakukannya secara menyeluruh. Bukan hanya terhadap usaha bengkelnya.
Menurut Jefri, sangat banyak usaha lain yang jauh lebih besar dari usaha bengkelnya. Apalagi usaha bengkelnya ia kelola untuk memenuhi kebutuhan makan dan sekolah anak-anaknya. “Hanya ini yang bisa kukelola. Terus mau makan apa anak istriku,” ucap Jefri.
Katanya, ia telah berusaha untuk membuat SPPL sebagaimana yang diinginkan Dinas LH Kota Siantar. Namun hingga saat ini masih terkendala. Begitu juga dengan perizinan lain, terkendala karena disebut berada di daerah aliran sungai.
Sebutan berada di daerah aliran sungai pun membuat Jefri heran. Sebutnya, bila usahanya berada di daerah aliran sungai, maka seluruh rumah yang ada di dekatnya juga tidak boleh berdiri, serta pabrik yang ada diseberang rumah tempat tinggalnya.
“Tapi sungainya yang mana? Lalu pabrik plastik (di depan/seberang rumahnya) itu bagaimana?” tanyanya, merasa ada ketidakadilan. (*)
Editor: Purba
Discussion about this post