SBNpro – Siantar
Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) Kecamatan Siantar Barat, Azahari Nasution, merasa diintimidasi atas sikap kritisnya terhadap bangunan di Jalan Melati, Kelurahan Simarito, Kecamatan Siantar Barat, Kota Siantar, Sumatera Utara.
Dampak dari rasa itu, Azahari pun saat ini memiliki trauma untuk tampil kritis kembali. “Cumankan, jadinya, keknya malaslah kedepan ngawas-ngawasi. Kitakan jadi korban,” ucap Azahari yang sering disapa Wak Nas.
Ditemui di Jalan Adam Malik, Selasa (07/06/2022), diceritakan Wak Nas, sebelum ini ia ada beberapa kali mengkritisi keberadaan bangunan di Jalan Melati, melalui status di beranda akun facebooknya.
Bangunan itu ia kritisi di facebook (FB), awalnya karena ia duga bangunan tersebut dibangun tanpa persetujuan bangunan gedung (PBG) dari Pemko Siantar. Ada sejumlah status yang ia posting terkait hal itu.
Lalu kemudian, sebut Wak Nas, ia mempertanyakan PBG dari bangunan tersebut ke pejabat dari lembaga (instansi) yang kompeten. Katanya, para pejabat itu menyebut, bangunan berdiri tanpa PBG.
Statusnya di FB itu pun, tuturnya, membuat sejumlah pihak gerah (kepanasan). Apalagi pada salah satu statusnya, ia ada menyebut identitas nama yang mirip dengan nama salah seorang anggota dewan.
Terhadap statusnya yang kritis tersebut, awalnya ia diajak bertemu oleh kawan nongkrongnya di Cafe Vona Jalan Kartini. Kawan dari Wak Nas itu ingin membicarakan statusnya di FB.
Singkatnya, pertemuan terjadi di Jalan Adam Malik, tidak jauh dari Cafe Vona. Hanya saja, kawan Wak Nas tersebut datang tidak sendiri, melainkan bersama oknum aparat negara.
Kemudian oknum aparat negara itu ia ketahui sebagai ajudan. Hanya saja saat itu, kawan Wak Nas mengatakan, kalau oknum aparat negara itu merupakan kawan dari oknum anggota dewan.
“Jadi dia bilang, tolonglah tentang bangunan itu jangan dikritisi kali,” ungkapnya, lalu disebut Wak Nas, oknum aparat negara itu meminta postingannya (statusnya) di FB dihapus.
“Ada memang postinganku terakhir itu, mereka minta postinganku itu dihapus. Karena menjaga persahabatanku, ya sudahlah. Artinya aku bukan takut. Kuhapuslah postingan itu,” katanya.
Hanya saja, lanjutnya, setelah bertukar nomor ponsel, dua jam kemudian, oknum aparat negara itu meminta seluruh statusnya (postingannya) di FB terkait bangunan di Jalan Melati, supaya dihapus juga.
“Saat ditelpon itu, dia bilang terima kasih sudah bertemu. Dia minta postingan di Facebook itu dihapus, jadi ku bilang amanlah itu, dan langsung kututup teleponnya,” ujarnya.
Bukan hanya itu, selanjutnya Wak Nas juga dipanggil dan ditemui dua oknum dari salah satu organisasi masyarakat (Ormas).
Malam itu, Wak Nas sedang nongkrong di Cafe Vona. Hanya saja kemudian, dari depan cafe, ia dipanggil oleh salah seorang dari oknum Ormas tersebut.
“Katanya, bang aku mau ngomong. Dia bilang lagi, kan abang tahu kami orang lingkaran. Tenanglah dulu abang, gak senangnya abang lihat adek abang senang. Jadi ku bilang, aku senang lihat adekku senang,” ucap Wak Nas.
Hingga kemudian, pada pembicaraan selanjutnya, Wak Nas merasa ucapan dari oknum Ormas tersebut sebagai intimidasi.
“Kaminya di situ, katanya. Kubilang, amannya itu. Jadi kalau gak bisa minta tolong, jumpa-jumpa diluarlah kita, katanya. Kata-kata jumpa di luar itulah yang menurutku intimidasi,” ungkap Azahari
Katanya, ia merasa diintimidasi, sebab intonasi kalimat yang disampaikan oknum Ormas tersebut ketika berbicara, tidak biasa. (*)
Catatan
Atas koreksi dari narasumber Azahari Nasution, dilakukan perbaikan informasi pada alenea ke 12 pada berita ini. Awalnya tertulis dua hari kemudian, dikoreksi menjadi dua jam kemudian.
Editor: Purba
Discussion about this post