SBNpro – Siantar
Ketentuan PP Nomor 49 Tahun 2018, salah satunya berisi tentang penghapusan tenaga honorer pada instansi pemerintahan, paling lama hingga Nopember 2023. Hal itu membuat Tenaga Harian Lepas (THL) di Dinas Lingkungan Hidup (DLH), galau.
Sekira 112 THL di DLH menganggap hal tersebut sebagai ancaman. Sehingga mereka merasa galau. Mereka kemudian meminta bantuan advokasi dari Serikat Buruh Solidaritas Indonesia (SBSI) Kota Siantar.
“Permasalahan ini, permasalahan status pekerja yang ada di Dinas Lingkungan Hidup. Mereka khawatir, dengan adanya perubahan aturan. Mereka galau. Gimana sebenarnya kelangsungan pekerjaan mereka dan kelangsungan hidup mereka,” ucap Ketua SBSI Kota Siantar, Ramlan Sinaga, Rabu (26/10/2022).
Mengawali advokasi, SBSI melayangkan surat kepada Walikota Siantar, dr Susanti Dewayani untuk audensi, guna membahas nasib THL di DLH.
Surat audensi dikirim Jumat (21/10/2022) yang lalu. Audensi pun berlangsung Selasa (25/10/2022). Hanya saja, bukan dengan walikota. Melainkan, dengan Kepala DLH Kota Siantar, Dedi Tunasto Setiawan.
“Disana kami diterima Kepala Dinas Lingkungan Hidup. Kata Kadis, ia menjamin soal kelangsungan kerja mereka. Tidak akan ada pemecatan sampai tahun 2023,” ujar Ramlan Sinaga, menyampaikan hasil pembicaraan mereka dengan Dedi Tunasto Setiawan.
Tandas Ramlan, pihaknya juga meminta, THL yang tidak bisa diangkat menjadi Pegawai Pemerintahan Perjanjian Kerja (PPPK), supaya tetap diberdayakan sebagai tenaga kerja “outsourching.
Sebab tenaga outsourching ada diatur di PP Nomor 49 Tahun 2018. “Jumlah THL di Dinas Lingkungan Hidup ada 235 orang,” sebutnya.
Dari 235 THL di DLH, menurut Ramlan, 30 persen diantaranya tidak lagi berusia produktif. “Yang berusia 60 tahun (keatas) agar dimasukkan di outsourching,” pintanya.
Sementara, bila ada pemberhentian terhadap THL karena usianya tidak lagi produktif, Ramlan mengingatkan, agar Pemko Siantar memberikan pesangon yang layak kepada para THL yang diberhentikan. “Dari sisi perburuhan, mereka tidak segampang itu dilepas,” tandas Ramlan Sinaga.
Ketua SBSI ini juga menyampaikan sejumlah keluhan yang dihadapi ratusan THL kebersihan di DLH. Salah satunya, rendahnya gaji atau upah yang diterima.
Dimana, bila masuk kerja, gaji yang diberikan cuma Rp 50 ribu per hari, ditambah uang puding Rp 20 ribu, bila telah bekerja lebih dari 8 jam. “Itu gajinya terlalu rendah,” ungkapnya.
Keluhan lainnya, selain jam kerja, juga terkait jaminan BPJS yang diberikan terhadap THL. Pasalnya, kepesertaan mereka hanya untuk jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja. Sedangkan jaminan hari tua (JHT) dan pensiun, tidak dijamin melalui BPJS.
“Lainnya, banyak juga THL tidak dilengkapi dengan perlengkapan keselamatan kerja. Seperti sarung tangan, helm, sepatu bot, rompi dan lainnya,” pungkasnya. (*)
Editor: Purba
Discussion about this post