SBNpro – Siantar
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partumpuan Pemangku Adat Budaya (PPAB) Simalungun ingatkan Presiden RI terkait klaim tanah adat di Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara oleh sejumlah oknum yang mengaku keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras).
Pemerintah diingatkan PPAB soal tanah adat di Nagori (Desa) Sihaporas, dengan melayangkan surat nomor 07/DPP-PPAB.Simalungun/ST/I/2023 kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Surat tentang penegasan tanah ulayat/tanah adat Simalungun itu dikirim hari ini, Selasa (24/01/2023), dengan tembusan Ketua DPR-RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kantor Staf Presiden RI dan Deputi V Kepala Staf Kepreaidenan RI Jaleswari Pramodhawarni.
Tembusan lainnya ditujukan ke Panglima TNI, Kapolri, Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Bupati Simalungun, DPRD Simalungun, Kapolres Simalungun, organisasi dan institusi Simalungun.
Surat itu ditandatangani Ketua Umum DPP PPAB Simalungun Jantoguh Damanik SSos dan Sekretaris Jenderal Akher Afrullah Sinaga SE.
Sebagai lembaga pemangku adat dan budaya, PPAB melalui suratnya dengan tegas menyatakan, keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) tidak memiliki tanah adat di Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun.
Demikian dikatakan Jantoguh Damanik pada konprensi pers yang digelar di Cafe Milikopi, Jalan SM Raja, Kecamatan Siantar Sitalasari, Kota Siantar, Sumatera Utara, bersama Ketua Dewan Hukum DPP PPAB Simalungun, Hermanto Sipayung, Selasa (24/01/2023).
Pernyataan seperti itu berlandaskan sejarah kerajaan di Simalungun. Dimana, sebut Jantoguh, Simalungun diawali fase Kerajaan Nagur. Lalu menjadi kerajaan berempat (harajaon maropat) yang terdiri dari Kerajaan Siantar (marga Damanik), Kerajaan Panei (marga Purba Dasuha), Kerajaan Silau (marga Purba Tambak) dan Kerajaan Tanah Jawa (marga Sinaga).
Dari harajaon maropat, kemudian menjadi harajaon marpitu (kerajaan bertujuh). Diantaranya, selain harajaon maropat, ada tiga lagi kerajaan, yakni, Kerajaan Raya (marga Saragih Garingging), Kerajaan Purba (marga Purba Pak-pak) dan Kerajaan Silimahuta (marga Girsang).
Dimasa itu, katanya, yang menguasai dan yang memiliki seluruh tanah (lahan) di wilayah Simalungun adalah raja berdasarkan wilayah masing-masing. Lalu tanah dimasa itu dikelola oleh keluarga raja, dan juga diberikan kepada rakyat untuk dikelola.
“Pada masa kerajaan Simalungun, Desa Sihaporas Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, adalah merupakan wilayah Kerajaan Siantar (marga Damanik),” ucap Jantoguh.
Dipaparkan, sesuai hasil Forum Group Diskusi (FGD) PPAB bekerjasama dengan Pemkab Simalungun dengan narasumber ahli hukum adat dari USU, diantaranya Prof Dr Rosnidar Sembiring SH MH dan Prof Dr Hasim Purba SH MHum, serta dirinya selaku Ketua Umum PPAB, disimpulkan, bahwa yang berhak menyatakan atau memiliki tanah adat di wilayah Simalungun adalah ahli waris harajaon Simalungun, serta marga-marga suku Simalungun.
Sehingga dengan demikian, katanya, suku Simalungun merasa terganggu dengan adanya pernyataan sekelompok masyarakat Nagori (Desa) Sihaporas yang menyatakan memiliki tanah adat keturunan Ompu Lamtoras.
“Berdasarkan sejarah Simalungun, dengan tegas kami menyatakan, tidak ada tanah adat keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas di Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, dan di wilayah manapun di Kanupaten Simalungun. Karena marga Ambarita bukanlah merupakan keturunan dari salah satu kerajaan yang pernah memimpin di Simalungun,” sebutnya.
Lebih tegas lagi disampaikan, marga Ambarita merupakan pendatang di Simalungun. “Wilayah hukum adat dari masyarakat adat Simalungun tidak boleh diklaim masyarakat pendatang sebagai tanah adatnya, sebab hal itu adalah indikasi kuat pemalsuan hak, atau indikasi kuat klaim palsu yang tidak dapat dibenarkan,” katanya.
“Bahwa marga Ambarita bukanlah merupakan salah satu marga dari suku Simalungun,” tambahnya.
Untuk itulah, PPAB Simalungun meminta Pemerintah RI maupun pemerintah daerah, bila akan menetapkan peraturan tentang tanah adat di Kabupaten Simalungun, agar mengacu kepada kriteria yang telah disimpulkan melalui FGD.
Sedangkan terhadap lembaga, organisasi, NGO (LSM) dan lainnya, yang tidak paham dengan sejarah, adat budaya dan peradaban suku Simalungun, diminta Hermanto Sipayung agar tidak melakukan tindakan yang seolah-olah mengenyampingkan keberadaan harajaoan Simalungun dan suku Simalungun sebagai pemilik hak natural dan kultural di tanah eks harajaoan Simalungun.
Pun demikian, papar Harmanto, pihaknya bukan menyatakan pihak lain di luar dari suku Simalungun tidak bisa memiliki lahan di Simalungun. Sebab yang ditentang adalah, pihak dari luar ahli waris kerajaan Simalungun dan bukan marga dari suku Simalungun yang mengklaim memiliki tanah adat di Simalungun.
“Surat ini dilayangkan kepada Presiden, karena ada pihak lain yang berkirim surat ke Presiden, dengan mengenyampingkan keberadaan suku Simalungun,” ujar Hermanto Sipayung. (*)
Editor: Purba
Discussion about this post