SBNpro – Siantar
Sekira 4 ribuan meter persegi lahan garapan warga di Simpang Bah Jambi, Nagori (Desa) Bangun, Kecamatan Gunung Malela, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, menjadi ajang bisnis Pemkab Simalungun.
Lahan sudah 40 tahun lebih digarap warga. Lahan saat ini nyaris dipenuhi bangunan pemukiman. Warga menggarap lahan milik Pemkab Siamlungun tersebut, pasca pasar di lokasi lahan, tak lagi berfungsi sejak tahun 1970-an yang lalu.
“Dahulu, sekira tahun 1974 berdiri pajak (pasar) pekan disini. Tapi hanya bertahan sekira 3 atau 4 tahun. Sejak itulah kami tempati, karena pekan tidak lagi hidup (berfungsi),” ucap Lindung Marpaung, salah satu warga yang telah 40 tahun lebih tinggal dilahan garapan tersebut, Jumat (14/07/2023).
Pasca 40 tahun lebih dikuasai warga, saat ini Pemkab Simalungun sedang memproses penghapusan aset (lahan) tersebut dari daftar aset Pemkab Simalungun, dengan melibatkan tim dari Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) untuk menghitung harga jual lahan garapan di Simpang Bah Jambi.
Lahan yang akan dihapus dari daftar aset tersebut, tidak diberikan secara cuma-cuma kepada sekira 65 KK warga penggarap. Melainkan, ada nilai jual (bisnis) yang harus dibeli oleh penggarap.
Dua warga penggarap yang ditemui jurnalis, Siswanto dan Lindung Marpaung berharap, agar warga diberikan harga yang semurah-murahnya. Atau setidaknya, harga jual yang disesuaikan dengan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) di kawasan Simpang Bah Jambi.
“Kalau warga (penggarap) ditanya, maunya yang semurah-murahnya. Atau sesuai NJOP lah,” ujar Lindung Marpaung.
Informasi lainnya, saat ini, ungkap warga lainnya, Imran, pihak Pemkab Simalungun telah mengukur lahan yang digarap setiap warga.
Kata Imran, ia dibebankan biaya pengukuran lahan dan operasional sebesar Rp 130 ribu. Begitu pula warga (wanita) yang tinggal disebelah pemukiman Imran. Wanita tersebut, juga membayar Rp 130 ribu. Sedangkan Siswanto mengaku membayar Rp 100 ribu.
Terkait rencana penghapusan aset Pemkab Simalungun tersebut, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Simalungun, Frans Saragih mengatakan, untuk menghitung nilai jual lahan yang digarap warga, Pemkab Simalungun menggunakan tim akuntan publik dari KJPP.
Kemudian Frans menegaskan, untuk harga jual lahan di Simpang Bah Jambi, Pemkab Simalungun tidak menggunakan standart harga berdasarkan NJOP.
“Karena ini bukan masalah pengenaan pajak. Melainkan, masalah harga jual,” ucap Frans Saragih saat dihubungi melalui panggilan Whatsapp (WA).
Tandas Frans, untuk menghitung harga jual, Pemkab Simalungun menggunakan harga (nilai) pasar. “Nilai pasar,” jawabnya dengan singkat.
Mengapa bukan berdasarkan NJOP, Kepala BPKAD Simalungun ini beralasan, karena yang akan dihitung bukan persoalan pengenaan nilai pajak. Melainkan harga jual. “Kalau setiap opsi penjualan, pasti gunakan harga pasar,” katanya.
Pun begitu, sebutnya, Pemkab Simalungun juga menyadari, masyarakat (warga penggarap) tidak akan mampu membayar sekaligus, ketika proses jual beli dilakukan.
Untuk itu, lanjutnya, Pemkab Simalungun saat ini sedang mencari opsi agar warga tidak terlalu berat melakukan pembayaran. Dalam hal ini, warga akan diberikan kemudahan, dengan cara mencicil, atau beberapa kali melakukan pembayaran. (*)
Editor: Purba
Discussion about this post