SBNpro – Siantar
Sidang dugaan perbuatan melawan hukum (PMH) atas gugatan Ir RE Siahaan terhadap tergugat I Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tergugat II Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan tergugat III Kementerian Keuangan, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Siantar, Rabu (13/12/2023).
Pada sidang kali ini, majelis hakim menerima bukti yang diajukan para pihak. Baik dari RE Siahaan melalui penasehat hukumnya Daulat Sihombing SH, maupun dari ke tiga tergugat.
Begitu bukti diterima, Ketua Majelis Hakim Nasfi Firdaus SH, bersama Hakim Anggota, Renni Pitua Ambarita SH dan Katharina Siagian SH, memeriksa bukti surat yang diberikan para pihak. Pemeriksaan berlangsung sekira 1 jam lamanya.
Kemudian, bukti surat itu diperlihatkan kepada masing-masing pihak, lalu dinyatakan lengkap. Selepas itu, Ketua Majelis Hakim menunda sidang, dan sidang akan dibuka kembali pada Rabu (20/12/2023) mendatang, dengan agenda sidang lapangan.
Usai sidang, Ir RE Siahaan melalui penasehat hukumnya (PH) Daulat Sihombing SH mengatakan, seluruh berkas dari para tergugat sudah dicatat. “Agenda penyerahan bukti sebagai lanjutan sidang sebelumnya karena ada bukti yang memang tidak lengkap. Kalau tadi semuanya sudah lengkap,” katanya.
Katanya, penggugat menyerahkan bukti sebanyak 43 berkas, tergugat I menyerahkan bukti sebanyak 31 berkas, tergugat II menyerahkan bukti 17 berkas dan tergugat III menyerahkan bukti sebanyak 53 berkas. “Ada bukti yang sama dan ada juga berbeda,” kata Daulat Sihombing.
Dijelaskan Daulat, bukti yang sama itu seperti, putusan Pengadilan Negeri atas perkara tindak pidana RE Siahaan, putusan banding tingkat Pengadilan Tinggi, serta putusan Kasasi dari Mahkamah Agung (MA).
Ada juga beberapa berkas perkara, termasuk eksekusi terhadap putusan tanggal 25 Maret 2013 yang menyatakan RE dijatuhi hukuman pidana tambahan, membayar uang pengganti Rp 7,7 miliar. Apabila dalam satu bulan tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana tambahan 4 tahun.
“Bapak RE Siahaan tidak membayar uang pengganti dan menjalani hukuman tambahan selama 4 tahun itu,” kata Daulat Sihombing yang juga menyatakan soal adanya penyitaan lahan dan bangunan milik RE Siahaan di Jalan Sutomo, Kota Siantar, terjadi setelah RE Siahaan menjalani hukuman sekitar 2,5 tahun atau tahun 2019.
“Itu yang kontroversial sebagai gugatan utama kita. Karena soal penyitaan lahan dan bangunan tidak ada pada penyidikan dan tuntutan bahkan tidak ada juga pada putusan. Nah, tanggal 29 Mei 2019, tiba- tiba itu muncul surat penyitaan dari KPK dan berkas itu ikut disertakan KPK sebagai bukti pada persidangan tadi,” kata Daulat Sihombing.
Surat Eksekusi Penyitaan dinilai kontroversial, paparnya, karena tidak termasuk dalam putusan MA akan dikonfrontir.
“Jadi sudah jelas, karena surat penyitaan itu tidak ada dalam putusan, itulah yang kita sebut KPK atau Tergugat I melakukan perbuatan melawan hukum,” tegas Daulat Sihombing.
“Saya tidak membayar uang pengganti Rp 7,7 miliar dan saya menjalani hukuman tambahan itu. Anehnya, muncul pula surat penyitaan lahan dan bangunan di luar dari putusan,” ucap RE Siahaan, kemudian. (*)
Discussion about this post