SBNpro – Siantar
Aliansi Mahasiswa Bersatu (AMB) gelar aksi unjuk rasa untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) di Kota Siantar, Jumat 23 Agustus 2024 di jalanan dan halaman kantor DPRD Kota Siantar.
Tiba di depan gedung DPRD, masa aksi dihadang aparat kepolisian. Dampaknya, kericuhan kecil pun tercipta. Antara massa dengan aparat kepolisian terlibat saling dorong.
Dorong-dorongan terjadi, karena pihak kepolisian tidak memperbolehkan pengunjukrasa memasuki halaman maupun gedung DPRD. Sedangkan massa mahasiswa ngotot ingin masuk, karena ingin menyampaikan aspirasinya, serta ingin menggelar ‘sidang rakyat”.
Pada aksi saling dorong itu, pihak pengunjukrasa tidak pernah bisa menerobos barisan aparat kepolisian.
Bahkan terkadang pihak mahasiswa terdorong hingga berjatuhan. Saat saling dorong, jumlah mahasiswa tidak sebanding dengan jumlah aparat kepolisian yang dilengkapi dengan peralatan tameng dan lainnya.
Hanya saja massa AMB tidak kehabisan akal. Sebagian dari mereka berlari menuju pintu gerbang kantor DPRD Siantar lainnya. Mereka pun berhasil memasuki halaman gedung wakil rakyat tersebut. Setelah masuk, aksi saling dorong masih juga terulang.
Tak lama kemudian, massa AMB kecewa. Sebab, tidak ada satupun anggota DPRD Kota Siantar yang bisa ditemui, karena tidak ada anggota dewan yang berada di kantornya. Aspirasi mahasiswa pun tidak tersampaikan.
Koordinator Aksi AMB, Jira Peranginangin mengatakan, aksi yang mereka lakukan merupakan bentuk perlawanan terhadap kesewenang-wenangan pemerintahan dan DPR-RI saat ini.
Selain itu, aksi juga sebagai bentuk pengawalan terhadap putusan MK tentang ambang batas syarat pencalonan dan usia calon gubernur dan wakil gubernur.
Lanjut Jira Peranginangin, aksi dilakukan, juga untuk mendukung gerakan mahasiswa dan masyarakat di gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta. Karena mereka tidak ingin demokrasi dikebiri.
“Ini adalah kepedulian kami terhadap aksi kawan-kawan di Senayan yang rela berkorban demi demokrasi dan mengawal putusan MK,” tandas orator aksi, Andri Napitupulu.
Berikut, ini beberapa point putusan MK yang ingin dikawal oleh AMB:
Menyatakan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai: “partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut.
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut.
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% (enam setengah persen) di provinsi tersebut.
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) dikabupaten/kota tersebut.
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di kabupaten/kota tersebut.
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen) di kabupaten/kota tersebut.
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% (enam setengah persen) di kabupaten/kota tersebut. (*)
Editor: Purba
Discussion about this post