SBNpro – Siantar
DPRD Kota Siantar gelar pertemuan dengan elemen masyarakat suku Simalungun di Kota Siantar dan Pemko Siantar, Selasa (17/04/18). Hasilnya, soal pelecehan terhadap etnis Simalungun akan segera tuntas.
Pertemuam dilakukan di ruangan Ketua DPRD Kota Siantar. Hadir di pertemuan tadi, Ketua dan Sekretaris Partuha Maujana Simalungun (PMS) Kota Siantar, Dr HC Minten Saragih dan Rohdian Purba.
Hadir juga elemen masyarakat suku Simalungun lainnya, Ihutan Bolon Damanik, Himapsi (Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun), serta Ketua Upas (Usaha Penyelamatan Aset Simalungun) Januarison Saragih.
Sedangkan dari Pemko Siantar, tampak hadir Sekretaris Daerah (Sekda), Budi Utari, Kadis Pariwisata, Fatima Siregar, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan dan Pemberdayaan Daerah (BP3D), Midian Sianturi dan sejumlah kepala organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya.
Pertemuan membahas pelecehan etnis Simalungun ini dipimpin Wakil Ketua DPRD Kota Siantar, Mangatas MT Silalahi, didampingi sejumlah anggota dewan lainnya.
Awal pertemuan, sejumlah pemangku adat dan Budaya Simalungun yang hadir merasa terluka dengan sejumlah program HUT Kota Siantar tahun ini.
Serta kecewa dengan, belum dibangunnya tugu Raja Siantar, Sangnaualuh Damanik di kota itu. Meski anggaran pembangunan tugu telah ditampung di APBD sebesar Rp 3 miliar.
Ketua PMS Kota Siantar, Minten Saragih, tegas mengatakan, masyarakat suku Simalungun merasa terluka dan terhina dengan desain brosur HUT Kota Siantar. Karena tidak menampilkan gambar penari etnis Simalungun.
Kemudian, Minten juga merasa tersakiti, dengan istilah Kota Siantar sebagai kota pusaka, juga menjadi bagian protes PMS dan.pemangku adat dan budaya Simalungun.
Karena PMS mengasumsikan, keberadaan etnis Simalungun hanya tinggal sejarah. Padahal, eksistensi etnis Simalungun masih ada di Kota Siantar.
Sebelumnya, Sekretaris PMS Kota Siantar, Rohdian Purb mengajak peserta pertemuan untuk satu pemahaman terlebih dahulu. Ia meminta, peserta mengakui Kota Siantar merupakan tanah leluhur Simalungun. Sehingga, kearifan lokal di Siantar adalah budaya adat dan suku Simalungun.
Terhadap hal itu, baik Wakil Ketua DPRD, Mangatas Silalahi maupun Sekda Kota Siantar, Budi Utari, secara tegas menyatakan, Siantar merupakan tanah leluhur Simalungun. Dan tak satupun peserta lain yang membantah.
Mangatas juga menegaskan, agar Pemko Siantar serta pemangku adat budaya Simalungun agar duduk bersama, untuk menuntaskan persoalan yang ada.
Lalu Mangatas juga menyatakan, DPRD Siantar tidak akan mengalihkan anggaran pembangunan tugu Sangnaualuh ke anggaran lain. Ia meminta, agar tugu segera dibangun.
Sementara, terhadap rasa penghinaan yang dialami pemangku adat Simalungun, Sekda Kota Siantar secara berulang menyampaikan permintaan maaf.
Menurut Budi Utari, Pemko Siantar tidak pernah berniat untuk melecehkan etnis Simalungun. Serta tidak pernah berniat untuk menghilangkan Simalungun dari wujud kearifan lokal di Kota Siantar.
“Tidak ada niat dan tidak ada maksud kami unt tidak menghormati Simalungun. Tidak ada niat meninggalkan kearifan lokal.
Mengenai brosur, itu belum bentuk final dari Pemko. Mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Simalungun,” ucap Budi Utari.
Pada pertemuan itu, Kadis Pariwisata, Fatima Siregar yang dianggap paling bertanggung-jawab terhadap rencana rangkaian kegiatan HUT Kota Siantar, mengatakan, pihaknya tidak pernah berniat untuk melecehkan etnis Simalungun.
Katanya, saat brosur diprotes Pandapotan Damanik dari Ihutan Bolon, pihaknya telah merubah bentuk desain brosur HUT Siantar. Dimana saat itu, Ihutan Bolon protes terhadap bentuk rumah adat Simalungun.
Atas saran Ihutan Bolon, gambar rumah adat Simalungun yang ada sebelumnya diubah dengan gambar rumah adat Simalungun lainnya. Dalam hal ini, menjadi gambar bangunan Museum Simalungun.
Lalu desain dengan gambar museum Simalungun itulah yang dibawa ke acara PRSU. Namun kemudian, lanjut Fatima, kembali muncul protes, karena tidak ada gambar penari Simalungun dengan mengenakan pakaian adat Simalungun.
Menyikapi protes itu, kembali Pemko Siantar mengubah desain tersebut, dengan menampilkan penari Simalungun dengan pakaian adat Simalungunnya.
Sementara, terkait tema Siantar kota pusaka, hal itu disebut Fatima merupakan program nasional. Dengan harapan, nantinya di Kota Siantar dapat digelar festival keraton nusantara. Serta, Siantar nantinya, bisa mendapat kucuran dana dari pemerintah pusat.
Kembali ke Sekda, ia menyebutkan, Pemko Siantar akan menonjolkan peran budaya Simalungun di Kota Siantar.
Untuk itu ia berharap, pemangku adat dan budaya Simalungun, agar berkenan duduk bersama dengan pemerintah, untuk menentukan patron, untuk menjadi acuan Pemko Siantar dalam menggelar kegiatan.
Sekretaris PMS Siantar, Rohdian Purba mengatakan, pemangku adat Simalungun akan menentukan sikap kemudian, pasca Pemko Siantar menggelar diskusi dengan pemangku adat dan budaya Simalungun.
“Untuk itu, Pemko secepatnya mengundang pemangku adat dan budaya Simalungun untuk duduk bersama,” ucap Rohdian.
Editor : Purba
Discussion about this post