SBNpro – Siantar
Versi Setara Institute, Kota Siantar tidak lagi berada di 10 besar kota paling toleran di Indonesia (keluar dari 10 besar kota paling toleran). Hal itupun disikapi pihak Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbang Pol) Kota Siantar.
Kepala Bidang Kewaspadaan Nasional Badan Kesbang Pol Kota Siantar, Yusri Damanik mengatakan, pihaknya tidak tahu kriteria Setara Institute dalam melakukan survey, sehingga menempatkan Kota Siantar berada di luar 10 besar kota paling toleran se Indonesia.
Hanya saja, lanjut Yusri, meski saat ini Setara Institute menempatkan Kota Siantar diluar 10 besar, namun dari hasil pantauan Badan Kesbang Pol Kota Siantar, sejak tahun 2014 hingga saat ini diawal tahun 2021, tingkat toleransi antar warga Kota Siantar masih tetap terjaga. Baik itu toleransi antara umat beragama maupun antar suku.
Sedangkan terkait dampak dari pemandian jenazah wanita terduga Covid-19 oleh empat pria di RSU Dr Djasamen Saragih Kota Siantar yang terjadi pada September 2020 yang lalu, ia akui, hal itu sempat memunculkan aksi unjuk rasa.
Namun, berdasarkan informasi yang didapatkan dan yang dikumpulkan Badan Kesbang Pol, massa yang mengikuti aksi unjuk rasa kebanyakan dari luar daerah Kota Siantar. Seperti dari Simalungun, Tebing Tinggi dan lainnya. “Mungkin hal itu kurang diketahui Setara Institute,” ucapnya, Jumat (26/02/2021) di ruangan kerjanya.
Pun demikian, meski ada aksi unjuk rasa terkait peristiwa pemandian jenazah terduga Covid-19 tersebut, tandas Yusri, sama sekali tidak menimbulkan gesekan antar umat beragama, dan Kota Siantar tetap kondusif.
Sebab Pemko Siantar (termasuk Badan Kesbang Pol) bersama unsur lainnya kerap melakukan koordinasi dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Majelis Ulama Indonesia (MUI), lembaga-lembaga gereja dan lainnya.
“Kalau saya melihat, kerukunan umat beragama tidak mengkhawatirkan. Walaupun mungkin ada kemarin kasus pemandian jenazah, bukan menjadi kerukunan umat beragama terpecah.
Kerukunan kita di Siantar ini, kalau kita lihat struktur yang ada, seperti FKUB, MUI dan lembaga lembaga gereja sudah berfungsi, serta juga bekerja untuk ini,” tuturnya.
Apalagi di Kota Siantar telah ada Forum Kewaspadaan Dini, yang terdiri dari tokoh agama dan tokoh masyarakat, yang siap untuk menjaga toleransi di Siantar.
Sehingga, sikap toleran di Kota Siantar hingga saat ini masih bisa dipertahankan dan terjaga. Dan hal itu sudah berlangsung lama. “Sejak 2014 hingga saat ini, kalau saya lihat sama saja,” katanya.
Ditempat yang sama, hal senada juga disampaikan Kabid Karakter Bangsa pada Badan Kesbang Pol Kota Siantar, Gilbert Ambarita. Menurutnya, secara umum Kota Siantar tetap kondusif. Sedangkan terkait peristiwa pada September 2020 lalu, Gilbert menyebut hal itu merupakan suatu dinamika yang biasa terjadi pada kota jasa dan perdagangan, seperti Kota Siantar.
“Secara karakter, kasus yang terjadi pada bulan September 2020 itu tidak membuat karakter warga Kota Siantar terpancing untuk berbuat intoleran. Itu selalu dipantau. Dari dulu kota kita ini sudah toleran. Dari sejak orang tua kita dahulu sudah toleran,” ucap Gilbert Ambarita.
Gilberta Ambarita meyakini, warga Kota Siantar merupakan warga yang cerdas. Untuk itu ia berharap, agar warga tetap tenang dan menjaga kekondusifan, serta tidak mudah terpancing isu negatif. Karena pemerintah tetap bekerja melakukan pemantauan, analisa dan evaluasi terhadap peristiwa yang terjadi. (*)
Editor: Purba
Discussion about this post