SBNpro – Siantar
Warga yang bergabung di Aliansi Peduli Rakyat (Apara) Siantar tampak kesal dan kecewa terhadap Pemerintah Kota (Pemko) Siantar dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun.
Itu karena kedua pemerintahan daerah menunjukkan kesan lemah dalam menyikapi keberadaan bangunan tembok yang diyakini warga melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Disebut melanggar, karena tembok berdiri di atas sungai, serta mengganggu pandangan pengemudi. Bangunan tembok yang panjangnya sekira 100 meter itu, posisinya berada di perbatasan Kota Siantar dan Kabupaten Simalungun.
Sebagian tembok ada di Sido Mulyo, Kelurahan Simarimbun, Kecamatan Siantar Marimbun, Kota Siantar. Bagian lainnya di Nagori (Desa) Rambung Manik, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun.
Keberadaan tembok sudah dikeluhkan warga lebih dari tiga tahun lalu. Protes warga sudah berulang disampaikan ke Pemko Siantar. Protes juga disampaikan ke Pemkab Simalungun. Begitu juga ke DPRD Siantar maupun DPRD Simalungun.
Aksi unjuk rasa, juga sudah dilakukan. Namun, pemerintah kedua daerah tak juga bertindak tegas, dengan merubuhkan tembok tersebut.
Padahal, surat peringatan ke tiga dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Siantar, disebut sudah disampaikan kepada pemilik bangunan tembok, Tagor Manik. Surat peringatan ke tiga itu diterbitkan April 2020 yang lalu.
Pada peringatan ke tiga, Tagor Manik diultimatum Dinas PUPR Kota Siantar untuk membongkar tembok dalam tempo 7 kali 24 jam. Lalu, bila tidak dibongkar, maka aparatur Pemko Siantar yang akan membongkar. Hanya saja, ultimatum itu sudah 3 tahun berlalu.
Hingga kemudian, hari ini, Senin (09/10/2023), kondisi itu membuat massa Apara Siantar yang kebanyakan merupakan warga Sido Mulyo, kesal dan kecewa terhadap sikap pejabat Pemko Siantar dan Pemkab Simalungun yang terkesan lemah dalam bertindak.
Baik Asisten I Sekretariat Daerah Pemko Siantar Junedi Sitanggang maupun perwakilan Pemkab Simalungun Robin Damanik, masih berkutat pada persoalan batas wilayah dan prosedur penertiban bangunan bermasalah.
Junedi Sitanggang meminta warga untuk tidak bertindak sendiri. Karena menurutnya, ada prosedur untuk melakukan pembongkaran.
Katanya, Pemko Siantar saat ini sedang menunggu rekomendasi dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara, karena sebagian tembok berada di perbatasan dua daerah. “Bila sudah ada rekomendasi dari Pemprov, kami (Pemko Siantar) yang akan membongkar,” ujar Junedi Sitanggang.
Pernyataan Junedi Sitanggang pun membuat warga semakin kesal. Karena sudah tiga tahun lebih menunggu aksi nyata dari Pemko Siantar. “Kapan? Kapan lagi? Nunggu tiga tahun lagi? Ini sudah kelamaan. Bongkar. Bongkar,” teriak warga.
“Ini sudah jelas melanggar peraturan. Pandangan jalan (terganggu), berdiri di DAS (Daerah Aliran Sungai). Kita dilindungi undang-undang membongkar (tembok) ini. Jadi apalagi yang ditakutkan,” tandas penasehat hukum Apara Siantar, Dewi Latuperisa SH, menyikapi pernyataan Junedi Sitanggang.
Koordinator Aksi Aliansi Rakyat Peduli (Apara) Siantar, Juned Boang Manalu, dihadapan massa serta pejabat Pemko Siantar dan Pemkab Simalungun menyampaikan tentang surat teguran yang disampaikan Dinas PUPR Kota Siantar.
“Sudah tiga tahun surat peringatan ke tiga dari Dinas PUPR (Kota Siantar). Meminta pemilik bangunan membongkar sendiri, dalam tempo 7 kali 24 jam. Bila tidak juga dibongkar, maka pemerintah yang akan membongkarnya,” ucap Juned Boang Manalu.
Kata Juned Boang Manalu, keberadaan tembok melanggar peraturan perundang-undangan. Seperti, UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, maupun UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
“Lemah pemerintah ini. Mau menegakkan aturan pun payah, dan berlarut-larut,” tandas Juned.
Dinilai melanggar UU Nomor 38 Tahun 2004, tutur warga lainnya, Sakban Siregar, karena bangunan tembok menghalangi pandangan pengemudi kendaraan saat melintas di jalan menuju maupun dari Sido Mulyo.
Sementara itu, Anggota DPRD Simalungun dari Fraksi Nasdem, Bernhard Damanik menegaskan, bahwa bangunan tembok menyalahi aturan, karena berada di atas sungai. Serta ia yakini, bangunan tidak memiliki izin.
Beranjak dari hal itu, Bernhard pun mendukung warga untuk melakukan pembongkaran. “Karena kesabaran sudah habis, kalau warga mau membongkar, silakan,” ucap Bernhard Damanik.
Tak menunggu lama, sejumlah warga yang telah membawa palu berukuran besar, mulai melakukan upaya pembongkaran, dengan menghantamkan palu ke tembok.
Beberapa saat kemudian, Kapolsek Siantar Marihat, AKP Robert Purba bersama anggotanya pun bertindak menghentikan pembongkaran yang dilakukan warga. Aksi pun terhenti.
Tindakan Kapolsek itu memicuh perdebatan antara sejumlah warga, Bernhard Damanik, AKP Robert Purba, Junedi Sitanggang, Robin Damanik, Kasat Pol PP Simalungun dan lainnya.
Hingga selanjutnya, diiringi seruan bongkar, sejumlah anak muda (warga) pun menghantamkan palu besarnya ke tembok, hingga tembok yang ada di atas sungai itu pun rubuh.
“Tidak tertutup kemungkinan, persoalan bangunan tembok itu akan dibawah ke ranah hukum,” ujar Juned Boang Manalu.
Sementara sebelumnya, perwakilan Pemkab Simalungun, Robin Damanik mengatakan, dirinya tidak bisa mengambil keputusan. Saat hendak diwawancarai jurnalis, Robin tidak berkenan. Katanya, bukan kewenangannya.
Sedangkan warga Sido Mulyo, Sulnudin menyebut, dampak dari bangunan tembok yang menghalangi pandangan pengemudi, terutama pada jalan tanjakan dan tikungan tajam, sudah lebih 10 kali terjadi kecelakaan lalulintas. Bahkan, sudah ada yang meninggal.
Editor: Purba
Discussion about this post