SBNpro – Siantar
Puluhan penggarap lahan HGU Nomor 1 Siantar di Kelurahan Gurilla dan Bah Sorma, Kecamatan Siantar Sitalasari, Kota Siantar, Sumatera Utara bersama sejumlah warga yang bergabung dalam Forum Tani Sejahtera Indonesia (Futasi) gelar aksi unjuk rasa (demo) di gedung DPRD Kota Siantar, Senin (28/11/2022).
Pada aksinya, kelompok penggarap dari Futasi menuntut lahan yang bukan miliknya, agar tetap dapat mereka kuasai dan kelola. Mereka beralasan, karena PTPN III melakukan penelantaran lahan sejak tahun 2004.
Alasan lainnya, penggarap meragukan hasil kerja Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dalam hal ini, Futasi meragukan perpanjangan HGU untuk PTPN III yang diterbitkan BPN Siantar tahun 2006 yang lalu.
“PTPN III Kebun Bangun mengatakan telah memegang perpanjangan HGU lahan Gurilla 124 Ha sejak Januari 2005, namun, itu sangat diragukan,” demikian bunyi salah satu pernyataan sikap Futasi.
Sedangkan Divisi Hukum Futasi, Parluhutan Banjarnahor mengatakan, tindakan PTPN III merusak tanaman dan bangunan dapat dikenakan sanksi pidana, meski tanaman dan bangunan tersebut tidak berdiri diatas lahan dari pemilik tanaman dan bangunan tersebut.
Demo Futasi di lembaga wakil rakyat diterima Wakil Ketua DPRD Siantar Ronald Tampubolon dan anggota dewan Nurlela Sikumbang. Para wakil rakyat ini berjanji akan menyampaikan aspirasi Futasi ke Ketua DPRD Siantar untuk ditindak lanjuti.
Kata Ronald, keinginan penggarap agar Anggota DPRD Siantar meninjau dan menggelar rapat dengar pendapat dengan masyarakat, juga akan ditindaklanjuti.
PTPN Sudah Berupaya Melarang Warga Menggarap, serta Buat Laporan Polisi
Terkait aksi demo Futasi, Asisten Personalia PTPN III Kebun Bangun Doni Manurung SH menegaskan, tidak benar PTPN III melakukan penelantaran lahan HGU Nomor 1 Siantar selama 18 tahun.
Karena berbagai upaya telah dilakukan PTPN III untuk kembali menguasai dan mengelola lahan di Gurilla dan Bah Sorma tersebut. Diantaranya berupa upaya menghadang dan melarang warga menggarap lahan.
Selain itu, papar Doni, tahun 2003 lalu, tanaman kelapa sawit milik PTPN III masih berdiri diatas lahan HGU. Hanya saja, tahun 2005 tanaman kelapa sawit itu dirusak masyarakat penggarap. Pengrusakan itu pun telah diadukan PTPN III ke Polres Simalungun.
“Tahun 2008, kembali membuat laporan polisi ke Polres Siantar atas dugaan tindak pidana penyerobotan lahan,” sebut Doni, lalu menambahkan, pengaduan ke polisi, juga bagian dari upaya PTPN III untuk mengusahai lahan tersebut.
Alasan lain tidak melakukan penelantaran selama 18 tahun, ungkap Doni, tahun 2014 PTPN III berjuang mengambil alih lahan HGU Nomor 1 Siantar. Hasilnya, 15 hektar lahan berhasil dikuasai, kemudian ditanami dengan kelapa sawit.
“Tahun 2014, PTPN III didampingi personil Polres Siantar dan Kodim Simalungun mengambil alih garapan seluas 15 Ha dan ditanami kelapa sawit, hingga saat ini tanaman tersebut sudah berbuah,” katanya.
Kemudian, lanjutnya, tahun 2021 PTPN III melakukan pendekatan persuasif dengan masyarakat penggarap. “Kurang lebih telah 6 kali pertemuan, PTPN III meminta masyarakat meninggalkan areal garapan dan akan diberikan suguh hati, namun tidak membuahkan hasil,” ungkapnya.
Pun begitu, meski program suguh hati ditahun 2021 belum berhasil, namun konsep suguh hati (tali asi) itu kembali dijalankan PTPN III. Hasilnya tahun 2022 ini cukup menggembirakan. Karena sebagian besar penggarap berkenan menerima suguh hati.
Bahkan, meski Posko Pendaftaran Suguh Hati telah ditutup, tutur Doni, PTPN III masih tetap membuka ruang dialog kepada penggarap, terkait suguh hati.
“Kami juga dari PTPN III tetap membuka dialog, mana kala dari kelompok kelompok tertentu ingin mengetahui detailnya bagaimana kegiatan yang dilaksanakan PTPN III,” kata Doni.
Tandasnya, PTPN III telah berulang kali menyampaikan kalau lahan HGU PTPN III Kebun Bangun di Gurilla dan Bah Sorma merupakan HGU aktif. Bahkan hal itu sudah ditegaskan BPN Kota Siantar dan BPN Simalungun. Namun mereka (penggarap) tidak mengakuinya.
“Kita tidak tahu bagaimana penjelasan yang mereka inginkan, selalu mereka (Futasi) tidak mau mengakui. Padahal, yang mengumumkan status HGU itu adalah BPN sebagai lembaga negara,” ucap Doni.
Sebelum Mengelola, Sebaiknya Futasi Pastikan Keabsahan Status Lahan
Sementara itu, terkait pidana dapat dikenakan terhadap PTPN III karena merusak tanaman dan bangunan di areal HGU-nya, Praktisi Hukum Rendi Aditia SH, pertanyakan alas hak dari penggarap terhadap lahan yang dikelola penggarap dengan tanaman dan bangunan.
Sebut Rendi, upaya suguh hati maupun suguh hati yang telah dilakukan PTPN III, juga tidak bisa dikesampingkan. Serta pemberitahuan pengosongan lahan oleh PTPN III yang akan mengelola lahan sesuai HGU yang ada, juga harus diperhatikan oleh penegak hukum.
“Sebaiknya, sebelum kita mengusahai (mengelola) atau berinvestasi di sebidang tanah, maka terlebih dahulu kita harus memastikan legal standing tanah tersebut untuk mengindari kerugian di masa depan,” ujar Rendi.
Untuk itu Rendi menyarankan, agar masyarakat Gurilla dan Bah Sorma yang merasa keberatan, agar melakukan gugatan secara perdata ke pengadilan, dan bukan dengan upaya pidana. “Buat dulu jelas legalitas terhadap lahan itu, biar kuat,” katanya.
Praktisi hukum ini juga menegaskan, upaya kemanusian di masa okupasi maupun sesudahnya, baik berupa suguh hati (tali asi) maupun biaya kontrak rumah, agar lebih intens dilakukan. (*)
Discussion about this post