SBNpro – Toba
Proyek pengembangan Bandara Sibisa di Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba, Sumatera Utara tuai masalah. Ada dugaan pencaplokan lahan warga pada proyek strategis nasional untuk mendukung destinasi Danau Toba tersebut.
Demi kepastian hukum, lalu warga yang merasa dirugikan menggugat Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Toba dan Bupati Toba ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Dalam hal ini, gugatan terkait penerbitan Sertifikat Hak Pakai Nomor 02/Pardamean Sibisa Tahun 2017 tertanggal 28 Februari 2017.
Penerbitan sertifikat itu diduga cacat hukum, serta disinyalir sarat akan kepentingan sejumlah oknum tertentu. Demikian disampaikan Sepri Ijon Maujana Saragih SH MH melalui siaran pers-nya, Jumat (27/05/2022).
Adapun penggugat pada sengketa tata usaha negara (TUN) itu adalah Soloan Sirait, warga Pardamean Sibisa, Desa Pardamean Sibisa, Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba, serta Bulpen Manurung, warga Lumban Bolon, Desa Pardamean Sibisa, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba.
Untuk kepentingan hukum di PTUN, para penggugat memberikan kuasa kepada Sepri Ijon Maujana Sargih SH MH. Gugatan telah didaftarkan ke PTUN Medan.
Sepri Ijon Maujana Saragih yang sering disapa Seprijon memaparkan, pada 2 Mei 1975, sebanyak 31 warga Pardamean Sibisa, Kecamatan Lumbanjulu menyerahkan lahan seluas 400 ribu meter persegi, dengan ukuran 200 meter dikali 2 ribu meter kepada Pemkab Tapanuli Utara (Taput) berdasarkan peralihan surat pernyataan (risalah) penyerahan dan pelepasan hak atas tanah.
Lahan yang diserahkan dan dilepaskan itu memiliki batas, sebelah timur berbatasan dengan gedung SD Negeri Sibisa. Sebelah barat berbatasan dengan hutan. Sedangkan sebelah utara berbatasan dengan Jalan Lumban Siahaan, dan sebelah selatan berbatasan dengan areal pekuburan.
Lahan seluas 400 ribu meter persegi itu diserahkan secara adat oleh 31 warga ke Pemkab Taput. Sementara, Kabupaten Taput telah dimekarkan menjadi beberapa kabupaten. Saat ini, lahan itu berada di wilayah Kabupaten Toba, dari sebelumnya bernama Kabupaten Tobasa.
Kala itu, lanjut Seprijon, lahan itu diserahkan, peruntukannya untuk pembangunan lapangan terbang oleh Ditjen Perhubungan.
Pada tahun 1975 lalu, lahan diserahkan warga tanpa ganti rugi dari pemerintah. Namun ada konpensasi, dimana nantinya, disaat bandara sudah “berdiri”, maka penduduk Pardamean Sibisa diprioritaskan untuk mengisi lapangan pekerjaan di bandara.
Kemudian tahun 2017 yang lalu, Pemkab Tobasa mrngajukan permohonan pendaftaran hak atas tanah ke Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Toba.
Atas pengajuan itu, Kepala Kantor BPN Toba menerbitkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 02 Tahun 2017. Diatas lahan bersertifikat nomor 02 inilah, sedang berproses pengembangan pembangunan Bandara Sibisa.
Hanya saja, sebut Seprijon, lahan bersertifikat hak pakai nomor 02 itu, titik letak dan batasnya telah bergeser.
Dengan demikian, Advokat muda ini mengatakan, kliennya merasa dirugikan. Sebab lahan para penggugat seluas 3,2 hektar turut serta dimasukkan ke lahan bersertifikat nomor 02 tersebut.
Apalagi, ungkap Seprijon, penentuan batas lahan dilakukan secara sepihak oleh KS selaku kepala desa setempat, dan TS, ketika itu sebagai Camat Ajibata.
Adapun lahan 3,2 hektar yang masuk ke dalam lahan bersertifikat nomor 02 itu, diantaranya, lahan Soloan Sirait seluas 20 ribu meter persegi (200 x 100 meter). Sedangkan lahan Bulpen Manurung seluas 12.400 meter persegi (310 x 40 meter).
Selain itu, tandas Seprijon, kedua kliennya bukan bagian dari 31 warga yang menyerahkan lahan 400 ribu meter persegi (40 hektar) kepada Pemkab Taput pada tahun 1975 yang lalu.
“Klien kami bukan bagian dari 31 warga yang menyerahkan lahan seluas 40 hektar pada tanggal 02 Mei 1975. Artinya, jelas klien kami sangat dirugikan atas terbitnya Sertifikat Hak Pakai Nomor 02 Tahun 2017 tersebut,” ucap Seprijon.
Katanya, saat ini sengketa lahan sedang berproses di PTUN Medan. Dalam waktu dekat, sidang dengan agenda pembuktian surat akan digelar. Kemudian, sidang lapangan (pemeriksaan ditempat) juga akan dilakukan.
Seprijon mengatakan, sebelumnya, pihaknya telah mengajukan keberatan, dan memohon untuk membatalkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 2 tersebut.
Hal itu dilakukan, sebagai upaya administrasi, sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Hanya saja hal itu tidak direspon. Sehingga gugatan pun diajukan ke PTUN Medan.
“Berdasarkan hasil investigasi lapangan yang kami lakukan dan jika dikaitkan dengan beberapa peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku, proses permohonan pendaftaran hak oleh Pemkab Toba dan penerbitan KTUN Objek Sengeketa Sertifikat Hak Pakai No.02 Tahun 2017 juga bertentangan dengan Pasal 12 ayat (1), Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dimana Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Toba telah mengabaikan prosedur pengumpulan dan pengolahan data fisik maupun data yuridis terhadap riwayat bidang tanah yang menjadi dasar diterbitkannya Sertifikat Hak Pakai No.02 Tahun 2017 yang menjadi Objek Sengketa dalam perkara di PTUN Medan,” papar Seprijon.
Selain itu, menurutnya, penerbitan KTUN objek sengketa, Kepala Kantor BPN Toba diduga melanggar Pasal 10 hurif d UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang telah diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Tanah untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) digunakan untuk pelabuhan, bandar udara dan terminal dan dalam hal instansi yang memerlukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 adalah Badan Usaha Milik Negara, maka tanahnya menjadi hak/mikik BUMN,” tulisnya.
Artinya, lanjut Seprijon, bila yang melaksanakan atau mengelola pengembangan pembangunan Bandara Sibisa adalah PT Angkasa Pura II dari Ditjen Kemenhub RI, selayaknya Sertifikat Hak Pakai Nomor 02 Tahun 2017 tersebut atas nama PT Angkasa Pura II atau Ditjen Kemenhub. Bukan atas nama Pemkab Toba. Sehingga sertifikat itu diduga cacat hukum, sebutnya.
Untuk itu Sepri berharap, majelis hakim PTUN Medan dalam putusan nantinya dapat memberikan rasa keadilan terhadap kliennya. (*)
Editor: Purba
Discussion about this post