SBNpro – Toba
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan putuskan perkara sengketa tata usaha negara (TUN) atas penerbitan Sertifikat Hak Pakai Nomor 02 terhadap lahan di Pardamean Sibisa, Kabupaten Toba yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) atas nama pemegang hak Pemkab Toba.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim PTUN Medan, yang terdiri dari Ketua Majelis Hakim Yusuf Ngongo SH MH bersama Hakim Anggota Syafaat SH MH MM dan Andi Fahmi Azis SH, mengabulkan seluruh gugatan penggugat Soloan Sirait dan Bulpen Manurung.
Soloan Sirait merupakan warga Pardamean Sibisa, Desa Pardamean Sibisa. Sedangkan Bulpen Manurung, warga Lumban Bolon, Desa Pardamean. Keduanya di Kecamatan Ajibata, Kabuoaten Toba, Sumatera Utara.
Kemudian dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN Medan juga membatalkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 02/Pardamean Sibisa yang diterbitkan BPN Toba tanggal 28 Pebruari 2017, atas nama pemegang hak Pemkab Toba.
Bukan hanya itu, majelis hakim juga mewajibkan BPN Toba untuk mencabut Setifikat Hak Pakai Nomor 02/Pardamean Sibisa tersebut.
Selanjutnya, BPN Toba diharuskan menerbitkan sertifikat hak pakai baru diatas objek sengketa setelah mengeluarkan lahan (tanah) milik Soloan Sirait seluas 20 ribu meter persegi (200 meter x 100 meter), serta mengeluarkan lahan milik Bulpen Manurung seluas 12,4 ribu meter persegi (310 meter x 40 meter).
Demikian disampaikan Kuasa Hukum Soloan Sirait dan Bulpen Manurung, Sepri Ijon Maujana Saragih SH yang diterima SBNpro, Senin (08/08/2022) melalui pesan Whatsapp (WA).
Katanya, majelis hakim juga menolak seluruh eksepsi tergugat I, BPN Toba dan tergugat II intervensi, Pemkab Toba. Serta menghukum tergugat I dan tergugat II intervensi untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 13,3 juta.
Sidang pembacaan putusan oleh Majelis Hakim PTUN Medan, ungkap Sepri Ijon, digelar pada 4 Agustus 2022 yang lalu.
Sebagaimana diberitakan SBNpro sebelumnya, proyek pengembangan Bandara Sibisa di Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba, Sumatera Utara tuai masalah. Pada proyek strategis nasional tersebut, ada dugaan pencaplokan lahan milik warga.
Lalu warga yang merasa dirugikan menggugat Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Toba dan Pemkab Toba ke PTUN Medan. Dalam hal ini, gugatan terkait penerbitan Sertifikat Hak Pakai Nomor 02/Pardamean Sibisa.
Gugatan dilakukan, karena sertifikat itu diduga cacat hukum, serta disinyalir sarat akan kepentingan sejumlah oknum tertentu. Demikian disebut Sepri Ijon Maujana Saragih SH MH melalui siaran pers-nya, Jumat (27/05/2022).
Sepri Ijon Maujana Saragih memaparkan, pada 2 Mei 1975, 31 warga Pardamean Sibisa, Kecamatan Lumbanjulu menyerahkan lahan seluas 400 ribu meter persegi, dengan ukuran 200 meter dikali 2 ribu meter kepada Pemkab Tapanuli Utara (Taput) berdasarkan peralihan surat pernyataan (risalah) penyerahan dan pelepasan hak atas tanah.
Lahan yang diserahkan dan dilepaskan memiliki batas, sebelah timur berbatasan dengan gedung SD Negeri Sibisa. Sebelah barat berbatasan dengan hutan. Sedangkan sebelah utara berbatasan dengan Jalan Lumban Siahaan, dan sebelah selatan berbatasan dengan areal pekuburan.
Lahan seluas 400 ribu meter persegi itu diserahkan secara adat oleh 31 warga ke Pemkab Taput. Sementara, Kabupaten Taput telah dimekarkan menjadi beberapa kabupaten. Saat ini, lahan itu berada di wilayah Kabupaten Toba, dari sebelumnya bernama Kabupaten Tobasa.
Kala itu, lanjut Sepri Ijon, lahan itu diserahkan, peruntukannya untuk pembangunan lapangan terbang oleh Ditjen Perhubungan.
Pada masa itu, lahan diserahkan warga tanpa ganti rugi dari pemerintah. Namun ada konpensasi, dimana nantinya, disaat bandara sudah “berdiri”, maka penduduk Pardamean Sibisa diprioritaskan untuk mengisi lapangan pekerjaan di bandara.
Kemudian tahun 2017 yang lalu, Pemkab Tobasa mengajukan permohonan pendaftaran hak atas tanah ke Kantor BPN Toba. Lalu BPN Toba menerbitkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 02 Tahun 2017. Diatas lahan bersertifikat nomor 02 inilah, sedang berproses pengembangan pembangunan Bandara Sibisa.
Hanya saja, sebut Seprijon, lahan bersertifikat hak pakai nomor 02 itu, titik letak dan batasnya telah bergeser. Sehingga kliennya dirugikan. Sebab lahan para penggugat seluas 3,2 hektar turut serta dimasukkan ke lahan bersertifikat nomor 02 tersebut.
Apalagi, ungkap Sepri Ijon Maujana, penentuan batas lahan dilakukan secara sepihak oleh KS selaku kepala desa setempat, dan TS, ketika itu sebagai Camat Ajibata.
Adapun lahan 3,2 hektar yang masuk ke dalam lahan bersertifikat nomor 02 itu, diantaranya, lahan Soloan Sirait seluas 20 ribu meter persegi (200 x 100 meter). Sedangkan lahan Bulpen Manurung seluas 12.400 meter persegi (310 x 40 meter).
Selain itu, tutur Sepri Ijon, kedua kliennya bukan bagian dari 31 warga yang menyerahkan lahan 400 ribu meter persegi (40 hektar) kepada Pemkab Taput pada tahun 1975 yang lalu.
“Klien kami bukan bagian dari 31 warga yang menyerahkan lahan seluas 40 hektar pada tanggal 02 Mei 1975. Artinya, jelas klien kami sangat dirugikan atas terbitnya Sertifikat Hak Pakai Nomor 02 Tahun 2017 tersebut,” ucapnya. (*)
Editor: Purba
Discussion about this post